Kepala BKKBN: Pendapatan Orang Stunting 22 Persen Lebih Rendah

Laporan reporter Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur BKKBN RI Dr. (HC) Dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan pendapatan masyarakat difabel lebih sedikit dibandingkan masyarakat kurang mampu.

Perbedaan ini mencapai 22 persen untuk non-pelanggar.

Dr. Hal itu disampaikan Hasto saat menjadi keynote speaker pada Rakerda Inisiatif Kebanggaan dan Pengentasan Kemiskinan Kencana Kabupaten Bengkulu di Bengkulu, Rabu (8/5/2024).

“Pendapatan penyandang disabilitas berbeda dua puluh dua persen dengan pendapatan penyandang disabilitas. Lalu, bagaimana orang tua menyikapi jika anaknya penyandang disabilitas? Ini yang jadi permasalahannya”.

Dr. Hasto mengatakan, kualitas pegawai menjadi kunci untuk memanfaatkan penghargaan masyarakat secara maksimal. Sebaliknya, jika kualitas tenaga kerja di Indonesia rendah, maka beban lansia akan semakin besar.

“Dalam jumlah ini, jumlah ibu lebih banyak dibandingkan laki-laki karena perempuan berumur panjang. Jadi jumlah ibu yang janda lebih banyak dibandingkan laki-laki.

“Kemiskinan ekstrem juga akan dikendalikan oleh para janda, karena para janda tidak stabil dan tidak bisa berubah, karena para janda yang sudah tua tidak bisa berubah dan memberi nafkah karena pendidikannya yang rendah,” jelas Hasto.

Ia mengatakan, jumlah uang rakyat di Kabupaten Bengkulu terbanyak pada tahun 2020.

Hasto berpesan kepada para pemimpin Kabupaten Bengkulu untuk memanfaatkan peluang demokrasi yang ada saat ini sebelum terjadi.

Saat ini, jumlah masyarakat yang menggunakan KB di berbagai wilayah di Bengkulu semakin meningkat, karena KB berkontribusi dalam menurunkan infertilitas.

Artinya, jika KB baik maka risiko infertilitas akan berkurang. Namun ini merupakan hal yang tidak biasa, di Kota Bengkulu pemanfaatan persalinan rendah namun keadaan baik. “

“Hal ini terjadi karena ada gerakan penyediaan pangan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) melalui anggaran Baznas,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Bengkulu, Dr. H. Rosjonsyah Syahili Sibarani, S.Sos, M.Si yang memberikan sambutannya menekankan pentingnya integrasi regional untuk bersinergi mengurangi jumlah hiburan. Hal lain yang juga dilakukan adalah pemutakhiran informasi secara berkala bagi masyarakat penerima bantuan publik dan Program Keluarga Harapan (PHH).

Ada kenaikan 4 persen (kecepatan di Provinsi Bengkulu). Ini perlu strategi. Kita tidak bisa sendirian. Ada TNI, Polri kita bentuk sebagai BAAS, Babinsa juga turun, kerja sama kita turunkan. laju peningkatan tersebut Wakil Gubernur mengatakan: “Saya tetap yakin tujuan tersebut bisa tercapai jika kita benar-benar mencapai integrasi dari pusat ke daerah”.

Ia menambahkan, CEO Akar Foundation, Erwin Basrin, berdasarkan penelitian yang dilakukan Asian Development Bank (ADB), akibat perubahan iklim telah terjadi penurunan produksi pangan sebesar 44%.

Menurut perkiraan ADB, pada tahun 2045 akan ada 19 juta penduduk Indonesia yang mengalami kelaparan akibat kekurangan pangan. Hal ini bertanggung jawab atas upaya pemerintah untuk mencapai Indonesia pada tahun 2045.

Yayasan Akar menemukan bahwa pada tahun 2018, masyarakat yang memiliki tanah di wilayah Rejang Lebong dan Kepahiang dihadapkan pada permasalahan kelaparan tersembunyi yang pada akhirnya berujung pada krisis utang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *