Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Turunkan Produktivitas Industri Hasil Tembakau

Disampaikan oleh reporter Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEW.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal Gabungan Pengusaha Rokok Gratis Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi mengatakan kenaikan harga rokok berdampak pada produktivitas industri rokok di Tanah Air.

Pada tahun 2019, produksi rokok tercatat sebesar 357 miliar batang, dan pada tahun 2023 tercatat turun menjadi 318 miliar batang.

“Produksi rokok turun dari 15 miliar batang menjadi sekarang kurang dari 10 miliar batang. Secara nasional, IHT mengalami penurunan produksi dari 350 miliar batang (sebelum pandemi COVID-19) menjadi kurang dari 300 miliar batang setelah epidemi,” ujarnya. Benny hendak menulis, Senin (10/6/2024).

Benny mengatakan penurunan produksi juga mempengaruhi pencapaian pendapatan pemerintah dari CHT.

Hal ini terlihat dari perkembangan pendapatan APBN yang mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Penerimaan negara untuk CHT pada tahun 2023 tercatat sebesar Rp 213,48 triliun.

Jumlah tersebut hanya sampai 97,78 persen dari target APBN 2023.

Faktanya, penerimaan pendapatan dari rokok selalu berada di kisaran 100% dari target, bahkan selama setahun terakhir.

Peristiwa ini terus berlanjut hingga saat ini.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), penyelesaian penerimaan pemerintah dari bagian cukai yang dipungut hingga April 2024 mengalami koreksi sekitar 0,5% year-on-year menjadi Rp 74,2 triliun year – in the year. .

Parahnya, kinerja tersebut disebabkan oleh anjloknya pendapatan CHT yang menyumbang 96% terhadap total pendapatan.

Selain itu, Benny menambahkan, lemahnya produksi tembakau atau pendapatan negara tidak dibarengi dengan penurunan jumlah rokok di dalam negeri. Pasalnya konsumen beralih ke rokok dengan harga lebih murah.

Parahnya lagi, banyak konsumen yang beralih ke rokok ilegal dan jumlahnya semakin meningkat,” ujarnya.

Sementara itu, Ombudsman Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono mengatakan tingginya tingkat merokok berdampak lebih besar terhadap penghidupan masyarakat luas, seperti mengikis pendapatan UMKM terkait tembakau.

“Misalnya Warteg, Warkop, dan lain-lain sangat bergantung pada penjualan rokok. Jadi (kalau harga rokok tinggi) (pendapatan) mereka akan tergerus karena kemungkinan berkurangnya salinan film,” ujarnya.

Menurut Bambang, tingginya harga CHT juga akan mempengaruhi stabilitas rumah tembakau di Indonesia.

Jika tidak terkonfirmasi, nasib 5,8 juta pekerja IHT menjadi taruhannya. Pada akhirnya juga akan berdampak pada wilayah yang lebih luas.

“Jika IHT benar-benar dihapuskan maka dampak lingkungannya akan membuat 5,8 juta orang yang bekerja di IHT itu lebih, baik sisi maupun hal lainnya akan hancur. Belum lagi petani tembakau yang terkena dampaknya,” jelasnya.

Karena itu, Bambang berharap tembakau tidak meningkat di tahun-tahun mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *