Laporan reporter Tribunnews.com Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) turun tangan memantau kasus dugaan penganiayaan yang menimpa siswa RE (18) di Simprug International Private School, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, korban diduga mulai mengalami perundungan saat pertama kali masuk sekolah tersebut pada November 2023.
Pertama, pelecehan itu bersifat verbal dan sedikit fisik.
Namun pada tanggal 30 dan 31 Januari 2024, korban mengalami kekerasan fisik berat dan pelecehan seksual.
Orang tuanya masih khawatir dengan kondisi anaknya saat ini karena ia masih bersekolah.
Nahar, Deputi Khusus Perlindungan Anak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perhubungan, mengatakan koordinasi akan terus dilakukan untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan, dan rehabilitasi psikologis.
Selain itu, pihaknya memastikan hak-hak korban terpenuhi sesuai norma hukum selama persidangan.
“Sebaiknya pendamping menguatkan anak dan melakukan pemeriksaan psikologis. “Jika ada tanda-tanda gangguan jiwa, dapat dilakukan pengobatan untuk membantu anak pulih dan kuat kembali.”
Hasil pemeriksaan kejiwaan ini juga akan dijadikan bukti pendukung dalam proses persidangan di pengadilan ke depan, kata Nahar dalam keterangannya, Minggu (22/09/2024).
Dikatakannya, setiap anak berhak atas lingkungan yang aman, nyaman, dan kondusif untuk belajar dan berkembang.
Melalui tim layanan SAPA129, pihak memastikan status psikologis korban agar bisa maksimal mengikuti proses hukum dan memberikan bantuan rehabilitasi.
Kurangnya nilai moral pada anak dan pengaruh teman sebaya dapat menimbulkan perlakuan kekerasan dan perundungan terhadap anak lain yang dianggap lemah oleh sekelompok anak.
Demikian pula pada lingkungan rentan, lingkungan sekolah hendaknya memberikan rasa aman dan tidak mendukung kekerasan tanpa memberikan sanksi, memiliki mekanisme pemantauan dan dukungan, serta mengurangi risiko terjadinya kekerasan di kalangan siswa.
Oleh karena itu, kebijakan dan program yang berbeda harus diperluas ke satuan pendidikan atau Sekolah Ramah Anak (SPA).
“Kementerian Umum mengimbau semua pihak, khususnya orang tua dan lingkungan pendidikan, untuk lebih memperhatikan upaya pencegahan dan pemberantasan kekerasan terhadap anak. “Setiap anak berhak atas lingkungan yang aman dan kondusif untuk belajar dan berkembang,” kata Nahar.
Apabila masyarakat melihat adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka masyarakat dapat melaporkannya dengan menghubungi Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08-111-129-129. Tim Layanan SAPA 129 terus berkoordinasi dengan UPPA Polres Jakarta Selatan untuk memantau alur kasus anak berkebutuhan khusus yang mendapat perlindungan (AMPK) dan memastikan AMPK mendapatkan haknya bila diperlukan, serta memantau proses hukumnya.
Sebelum di link Tribunnews.com, pengakuan salah satu pelajar berinisial RE yang diduga melakukan perundungan ramai dibagikan di media sosial.
Polisi turun tangan untuk menyelesaikan kasus yang viral di media sosial.
Hasil pemeriksaan polisi justru bertolak belakang dengan keterangan korban yang mengatakan, saat memberikan keterangan di podcast, mulutnya bengkok dan giginya hampir tanggal.
Kuasa hukum RE, Sunan Kaliyaga mengatakan, peristiwa pelecehan dalam berbagai bentuk seperti perundungan, perundungan, dan pelecehan terjadi pada akhir Januari 2024.
Dalam kasus ini, polisi berusaha menengahi antara korban dan terdakwa.
Namun tidak tercapai kesepakatan dan kasus tersebut akhirnya mencapai tingkat penyidikan.
Menyikapi kasus yang terus meningkat, BINUS School Simprug membantah keras adanya perundungan atau pelecehan seksual yang menimpa siswanya di jam sekolah.
Berdasarkan CCTV yang ada, kami melihat tidak ada pemukulan, pelecehan, maupun pelecehan seksual, kata Otto Hasibuan selaku tim kuasa hukum Binus dalam jumpa pers di SMA Binus Simprug, Sabtu (14/09/2024).
Tim manajemen dan penasihat hukum Binus diketahui telah meninjau rekaman CCTV pada 30-31 Januari 2024, serta rekaman salah satu mahasiswa yang hadir saat kejadian.