Kemenkumham: Manfaat Beneficial Ownership, Indonesia akan Mendapatkan Kepercayaan Dunia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia menjadi tuan rumah forum penting bertajuk “Pertukaran Sejawat Regional dalam Memajukan Pemberantasan Korupsi di Asia Tenggara melalui Transparansi Properti Riil.”

Acara tersebut merupakan hasil kolaborasi antara United Nations Office Against Drugs and Crime (UNODC), Stolen Asset Recovery Initiative (STAR), Open Ownership (OO) Bank Dunia, dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Dalam kesempatan tersebut, Direktorat Jenderal AHU Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menilai data penerima akhir BO suatu korporasi bermanfaat bagi pengembangan dunia usaha dan penegakan hukum di Indonesia.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU Kemenkumham), Cahyo R. Muzhar, dalam sambutannya menekankan pentingnya transparansi kepemilikan dalam upaya bersama memerangi korupsi, pencucian uang, pendanaan teroris dan kejahatan keuangan lainnya, termasuk pemulihan aset.

Sejak tahun 2018, Direktorat Jenderal AHU telah mengelola data BO seluruh jenis korporasi di Indonesia secara elektronik.

Cahyo mengatakan, sejak menjadi anggota Satuan Tugas Aksi Keuangan Melawan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (FATF) pada akhir tahun 2023, cara Indonesia mengelola database pemilik manfaat korporasi telah dinilai oleh FATF.

“Jadi perusahaan punya kewajiban untuk menyatakan pemilik manfaatnya,” kata Cahyo kepada wartawan, Kamis (15/08/2024).

Salah satu yang dinilai FATF adalah terkait bagaimana Indonesia mengelola data BO atau pemilik akhir suatu korporasi, yakni PT, yayasan, CV masyarakat sipil dan lain-lain.

Terkait keuntungan bisnis, Cahyo menjelaskan, data pemilik manfaat diperlukan agar pihak yang berbisnis dengan korporasi di Indonesia mengetahui penerima manfaat akhir dari korporasi tersebut sehingga tidak berbisnis dengan entitas yang terlibat tindak pidana.

Dengan cara ini, tambah Cahyo, Indonesia akan mendapat kepercayaan dunia, apalagi di saat Indonesia ingin membangun dan menggairahkan perekonomian.

“Tentunya ketika investor ingin berinvestasi di Indonesia harus memastikan uangnya tidak tercampur dengan hasil tindak pidana,” ujarnya.

Sedangkan dari sisi manfaat penegakan hukum, ia mengatakan kepentingan lembaga penegak hukum Indonesia dapat dipenuhi dalam proses hukum baik berupa penyidikan, penuntutan, eksekusi, baik pidana umum maupun pidana khusus serta kejahatan transnasional antar negara.

Menurutnya, Indonesia saat ini sedang dalam proses penilaian kemudahan berusaha oleh Bank Dunia, sehingga ada urgensi untuk menyeimbangkan kemudahan berusaha dan berinvestasi di Indonesia dengan keamanan berusaha.

Tentu saja, ketika investor ingin berinvestasi di Indonesia, mereka harus memastikan uangnya tidak tercampur dengan hasil tindak pidana, kata Cahyo.

“Jadi harusnya mudah berusaha dan mudah berinvestasi, tapi kita juga harus memastikan tidak ada uang atau usaha dan investasi yang nantinya digunakan untuk tindak pidana,” imbuhnya.

Tindak pidana yang dimaksud antara lain tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan proliferasi nuklir.

Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana UNODC/Star, Badr El Banna mengatakan, pihaknya menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dalam hal ini kepada Direktorat Jenderal AHU yang telah memiliki Pelayanan. BO dalam bentuk digital. aplikasi.

“Kami bangga dapat bekerja sama dengan Indonesia dan negara-negara di kawasan untuk mendukung upaya mereka, tidak hanya upaya antikorupsi secara umum, tetapi juga untuk mendukung mereka dalam merancang dan memperkuat kerangka kelembagaan dan hukum terkait properti riil,” kata El Banna. Dikatakan. . .

El Banna menambahkan, 191 negara yang diawasinya menerapkan aturan standar UNODC. Hal ini, lanjutnya, BO sangat penting bagi pengembangan usaha dilihat dari manfaatnya dalam penegakan hukum.

“Sebagai bagian dari mandat UNODC, seluruh negara di kawasan harus mematuhi standar UNODC. Sejauh ini kami memiliki 191 negara pihak yang melaksanakan ketentuan konvensi dan juga mendukung negara-negara dalam melaksanakan rekomendasi yang keluar dari mekanisme tinjauan implementasi”, ujarnya. katanya katanya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *