Laporan Jurnalis Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Maraknya produk impor ilegal, khususnya dari China, berdampak serius bagi Indonesia.
Impor ilegal dilaporkan berpotensi menyebabkan hilangnya lapangan kerja bagi 67.000 pekerja dengan total pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 2 triliun per tahun.
Selain itu, potensi kerugian produk domestik bruto (PDB) lintas sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sebesar Rp 11,83 triliun per tahun.
“Ini tidak hanya berdampak pada PHK massal perusahaan,” kata Plt Deputi UKM Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Temmy Setya Permana, dalam keterangannya, Rabu (7/8/2024).
“Tapi itu juga berarti daya beli masyarakat menurun yang kemudian berdampak pada perekonomian nasional,” lanjutnya.
Oleh karena itu, menurut Temmy, KemenKopUKM membuat rekomendasi kebijakan yang dapat dilaksanakan bersama kementerian/lembaga terkait.
Pertama, rekomendasi rencana pengenaan BMTP (Bea Masuk Tindakan Pengamanan) sebesar 200 persen dan pertimbangan teknis (Pertek) pada produk TPT menunjukkan pembatasan hanya berlaku pada produk end-use (pakaian, aksesoris, alas kaki) atau HS Code 58-65.
Artinya, bahan baku industri seperti filamen, kain, dan serat masih dapat diimpor untuk memenuhi kebutuhan industri TPT dalam negeri.
Kedua, rekomendasi KemenKopUKM mendukung langkah yang diusulkan Kementerian Koordinator Perekonomian mengenai insentif restrukturisasi mesin oleh perbankan berupa pembebasan bea masuk mesin (PMK 11/2009 jo. PMK 188/2015).
Ketiga, mendorong pengembangan peraturan untuk melindungi terhadap persaingan usaha tidak sehat di e-commerce.
Temmy menegaskan, dalam menghadapi serbuan impor ini, tidak semua lapisan masyarakat bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa UMKM Indonesia belum bisa bersaing dalam hal harga.
Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah terus memantau dan mengupayakan daya saing produk UMKM.
Ia mengatakan KemenKopUKM telah membangun rumah produksi bersama di Garut untuk produksi UMKM kulit dan beberapa komoditas lainnya di beberapa daerah.
Selain itu juga dilakukan konsolidasi dan agregasi beberapa produk UMKM serta keterkaitannya dengan pasar.