Kemendikbud Klarifikasi ke KPAI Soal Buku Sastra Bermuatan Kekerasan di Kurikulum, Ada 3 Rekomendasi

Reporter Tribun News Adi Suhendi melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui pimpinan pusat buku meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) mengklarifikasi tudingan karya sastra mengandung unsur kekerasan dan karya sastra tidak cocok untuk anak-anak.

KPAI mendengar klarifikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam rapat yang digelar di ruang rapat KPAI, Jakarta, Jumat (31 Mei 2024).

Hal ini merupakan langkah yang dilakukan KPAI sebagai respon atas keluhan masyarakat serta persetujuan dan ketidaksetujuan masyarakat terhadap tudingan bahwa karya sastra mengandung unsur kekerasan dan dianggap tidak ramah anak, serta merekomendasikan agar hal tersebut dimasukkan ke dalam kurikulum.

Peserta KPAI antara lain Pusat Kajian Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Nasional (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI).

Tujuannya adalah untuk memahami perspektif psikologis karya sastra yang cocok dibaca anak-anak pada berbagai usia dan dampak hasil membaca yang kurang memadai terhadap perilaku kehidupan nyata anak.

Komisioner KPAI Ali Ali dari Kementerian mengatakan: “KPAI percaya bahwa setiap anak berhak menerima informasi yang berguna dan dapat dipahami oleh mereka, sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak. .Perlindungan Anak”. Menteri Pendidikan, Hiburan, Kebudayaan dan Agama Aris Adi Leksono mengatakan dalam keterangan tertulis yang dikirimkan ke Tribunnews com.

Selain itu, Aris berpendapat anak mempunyai kewajiban untuk dilindungi di lembaga pendidikan, salah satunya adalah mendapatkan sumber belajar yang ramah dan tidak mengandung kekerasan fisik, psikis, seksual, intoleransi, dan diskriminasi.

KPAI menegaskan, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Pembukuan telah diatur persyaratan isi buku, tidak bertentangan dengan Pancasila, tidak diskriminatif, dan tidak mengandung unsur provokatif, pornografi, kekerasan atau ujaran kebencian,” jelasnya.

Oleh karena itu, buku literatur yang diusulkan harus memenuhi persyaratan isi tersebut.

KPAI menjelaskan bahwa literatur yang direkomendasikan untuk dimasukkan dalam kurikulum harus fokus pada prinsip-prinsip dasar perlindungan anak; non-diskriminasi, mengutamakan kepentingan terbaik anak, hak anak untuk hidup atau kelangsungan hidup dan perkembangannya, serta menghormati hak tersebut. pendapat anak.

“Jadi setiap proses perencanaan, penilaian, pengujian membaca, dan pengujian publik harus mengikutsertakan anak-anak sebagai pengguna buku tersebut,” ujarnya.

Menanggapi keluhan dan sikap KPAI, Supriyanto, Direktur Pusat Buku Kemendikbud Ristek, menjelaskan bahwa Kemendikbud Ristek sudah memasukkan buku sastra yang direkomendasikan. untuk digunakan, meliputi panduan guru, Bantuan Siswa, ringkasan konten untuk 177 buku literatur, dan penafian/disclaimer konten untuk buku yang berisi konten kekerasan.

Kurator dan kritikus yang kompeten di bidang sastra juga dilibatkan dalam proses pemilihan buku dan pengembangan panduan.

Namun pihak mengaku masih terdapat kesalahan di beberapa bagian pedoman tersebut, mengaku tidak fokus pada perspektif perlindungan anak, melakukan uji publik yang melibatkan anak, dan melibatkan psikolog, ulama, dan perguruan tinggi. Proses mengintegrasikan rekomendasi ke dalam kurikulum.

Memperhatikan pandangan semua pihak, Supriyanto memastikan akan mencabut pedoman tersebut dan mengkaji ulang materi yang direkomendasikan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum dengan mempertimbangkan perspektif perlindungan anak.

Klarifikasi ini menghasilkan 3 rekomendasi:

Pertama, memastikan materi yang diajukan dalam kursus tidak mengandung kekerasan rasial/psikologis, pornografi, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi.

Kedua, pengguna harus memperhatikan prinsip dasar perlindungan anak ketika memilih buku sastra dan merevisi petunjuk penggunaan; non-diskriminasi, mengutamakan kepentingan terbaik anak, hak anak untuk hidup atau kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya, serta menghargai pendapat anak.

Ketiga, dalam proses pemilihan buku sastra dan penyempurnaan buku pedoman, akan ada peran serta psikolog anak, ulama, pemerhati anak, pakar pendidikan, dan pakar sastra, guru, dan forum anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *