Laporan reporter Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Sumber Daya Manusia (Kemenaker) RI prihatin dengan potensi penolakan (PHK) akibat kebijakan pengemasan rokok tidak bermerek dalam rancangan Undang-Undang Menteri Kesehatan (Permenkes) dan pembatasan pembatasan penjualan. . undang-undang dalam PP 28/2024 tentang kesehatan.
Hal ini diungkapkan oleh perwakilan Direktorat Perumahan dan Penghapusan Perselisihan Hubungan Pasar Tenaga Kerja Kementerian Perdata, Nikodemus dalam diskusi ‘Lihatlah undang-undang perindustrian yang dapat menghambat kehidupan dan pertumbuhan industri seperti sawah. , sumber ‘mata pencaharian’ para pekerja di Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/9/2024).
“Kami juga prihatin dengan sifat pembatalan berdasarkan undang-undang ini, yang seharusnya menjadi pilihan terakhir setelah melalui berbagai tahapan,” kata Nikodemus.
Ia menambahkan, dalam hal ini Kementerian Perdata akan tetap menjaga kewenangan pekerjaannya. Kementerian Sumber Daya Manusia juga berharap para pekerja tidak terjerumus ke dalam hukum yang timpang.
“Tentu ini menjadi permasalahan, peran kita adalah menjaga status pekerjaan. Dari sisi ini, kita akan mendukung dan melindungi hak-hak pekerja dan pekerja. Yang kita inginkan, para pekerja tidak boleh dikenai hukum yang tidak setara,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS mengungkapkan, pembuatan dua undang-undang tersebut hanya terbatas pada rekrutmen pegawai yang terdampak.
Menurut Sudarto, pemerintah harus melindungi industri tembakau yang merupakan sumber lapangan kerja dan penghidupan.
“Kami merasa hak-hak kami sebagai pekerja tidak terlindungi dengan baik dan kami masih melakukan protes,” kata Sudarto.
Timnya juga menindaklanjuti 20.000 komentar lisan yang disampaikan selama persidangan dengan memposting komentar tertulis melalui situs resmi Kementerian Kesehatan.
Sudarto menilai pentingnya mempertimbangkan implikasi kebijakan dari setiap undang-undang baru. Ia berharap Kementerian Kesehatan dan lembaga lainnya dapat bekerja sama lebih baik untuk menerapkan kebijakan yang seimbang.
“Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya lebih sadar akan dampak sosial dan ekonomi dari undang-undang ini. Kami meminta Kementerian Kesehatan untuk menghapus undang-undang tentang label kemasan rokok yang jelas dan tidak beracun dari rancangan Menteri Kesehatan. Undang-undang dan peninjauannya. PP 28/2024 tentang tembakau,” pungkas Sudarto.