Keluarga Korban Kecelakaan Alami Trauma Mental, Kapan Bisa Sembuh?

Laporan Jurnalis Tribunnews.com Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Akhir pekan lalu ada kabar duka: sebuah bus yang membawa rombongan siswa SMK Lingga Kenkana, Depok, mengalami kecelakaan saat piknik sekolah di Siater, Subang, Jawa Barat.

Akibat kejadian nahas tersebut, 11 orang meninggal dunia.

Kepedihan yang terkait dengan kejadian ini tentunya akan selalu membekas dalam ingatan keluarga yang ditinggalkan dan para korban yang menderita.

Lalu apa dampak psikologisnya bagi keluarga korban dan korban itu sendiri?

Keluarga korban

Mendengar ada anggota keluarga yang mengalami kecelakaan atau melihat kondisi korban dapat menimbulkan berbagai reaksi emosional.

Artikel “Kerapuhan Psikologis Keluarga dalam Keadaan Darurat” menyebutkan bahwa keluarga takut kehilangan korban, marah jika korban tidak segera ditolong selama di rumah sakit, dan sedih jika korban meninggal atau tidak mampu mendampingi keluarga. . korban.

Di sisi lain, keluarga mengalami reaksi penarikan diri terhadap kecelakaan tersebut dan takut kehilangan orang yang dicintai saat pasien dalam kondisi kritis.

Situasi ini membuat mereka rentan terhadap kerapuhan dan, pada akhirnya, putus asa.

Reaksi pertama yang dialami adalah reaksi penarikan diri saat menghadapi suatu kecelakaan, atau reaksi penarikan diri saat menghadapi suatu peristiwa atau kecelakaan.

Mereka tidak percaya anggota keluarganya terlibat dalam kecelakaan.

Pada saat yang sama, keluarga yang membawa pasien takut kehilangan anggota keluarga (takut kehilangan orang yang dicintai), takut akan kematian korban.

Ketakutan ini dirasakan karena kondisi korban semakin parah.

Situasi korban dan situasi di IGD dapat menimbulkan beberapa masalah psikologis dan jika keluarga tidak mampu menghadapi atau beradaptasi dengan stresor yang dialami maka keluarga merasa rentan terhadap kerapuhan.

Kadang-kadang mereka mengingat apa yang mereka alami dan itu menjadi peristiwa traumatis yang tidak ingin mereka ingat lagi (traumatic effect of events).

Keluarga merupakan kelompok yang rawan mengalami permasalahan emosional atau psikologis ketika anggota keluarga dekat lainnya mengalami peristiwa yang tidak menguntungkan.

Dukungan tersebut dapat menjadi salah satu hal yang dapat memperkuat mekanisme kelangsungan hidup yang digunakan oleh keluarga dalam krisis, sehingga keluarga dapat mengatasi peristiwa tersebut dan terhindar dari trauma di kemudian hari.

Psikologi korban kecelakaan

Kondisi fisik pasien dan kehilangan anggota keluarga dapat menjadi dampak traumatis dari kecelakaan tersebut.

Peristiwa traumatis tidak hanya menimbulkan trauma fisik tetapi juga dampak psikologis pada pasien sehingga menimbulkan gejala stres traumatis akut.

Kondisi ini dikenal dengan istilah gangguan stres akut (ASR), dengan gejala atau reaksi seperti sulit tidur atau melakukan aktivitas sederhana sehari-hari.

Pekerja sosial Mayo Clinic Jennifer M. “Bangun dengan mimpi buruk atau takut seseorang akan menyerang,” kata Schofield.

Pasien terluka sekitar dua hari hingga satu bulan setelah kejadian.

Kondisi ini bisa saja muncul akibat peristiwa yang dialami, disaksikan atau bahkan didengar oleh keluarga dekat penderita atau teman dekat korban.

Hal ini terutama berlaku bagi orang tua dari pasien trauma anak.

“Tidak ada korelasi antara tingkat keparahan cedera dan kemungkinan seseorang mengalami reaksi stres akut atau bahkan gangguan stres pascatrauma jangka panjang,” kata dokter anak Denise B. Klinner, MD, M.Ed.

Untuk mengatasi kondisi ini, Anda memerlukan dukungan orang-orang tercinta dan idealnya juga perawatan profesional.

Pasien setidaknya dapat berbicara dengan keluarga dan teman tentang gejala dan cedera yang dideritanya.

Pasien memerlukan konseling untuk membantu mereka memproses trauma, mengatasi gejala tertentu, dan mempelajari strategi penanggulangan.

“Tidak semua orang yang mengalami peristiwa traumatis mengalami ASR karena setiap orang mengalami trauma berbeda-beda,” jelasnya.

Selain ASR, ada gangguan stres pasca trauma (PTSD).

Perbedaan antara ASR dan PTSD dapat dilihat seiring berjalannya waktu.

Gejala yang berlangsung hingga satu bulan terkait peristiwa traumatis diklasifikasikan sebagai ASR, dan gejala yang berlangsung lebih dari sebulan diklasifikasikan sebagai PTSD.

ASR adalah fase akut, sedangkan PTSD memiliki gejala serupa yang bertahan lama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *