Keluarga Dilarang Mandikan Jenazah Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi di Padang

Dilansir reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramadan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Diki Rafiqi mengatakan pihak keluarga tidak diperbolehkan memandikan jenazah Afif Maulana, 13 tahun, setelah autopsi selesai.

Disebutkan Dickey, pihak keluarga baru diperbolehkan melihat wajah Afif saat jenazah dibawa dari RS Polri Bayangkara ke rumah keluarga di Padang.

Namun sayang pihak keluarga tidak diperbolehkan memandikan jenazah di rumah dan hanya bisa melihat wajahnya saja, kata Dickey kepada wartawan di kantor LPSK Jakarta Timur, Rabu (26/06/2024).

Dickey menjelaskan, jika mengikuti adat istiadat masyarakat Padang, seseorang yang meninggal harus mandi terlebih dahulu di rumah duka sebelum dimakamkan.

“Yah, kamu hanya bisa melihat wajahnya,” jelasnya.

Lebih lanjut Dickey menjelaskan, pihak keluarga dilarang pihak RS Bhajangkara memandikan jenazah Afif Maulana saat itu karena pihak yang melakukan otopsi terhadap jenazah siswi SMA tersebut.

Apalagi, RS Bhajangkara juga belum memberikan penjelasan mengapa jenazah Afif Maulana tidak boleh dimandikan di rumah duka.

“Itu setelah kami proses dan tidak ada alasan sebenarnya (kenapa tidak memandikan jenazah) dan pihak keluarga tidak pernah melihat jenazah dan sebagainya,” tutupnya. Para saksi dan keluarga korban meminta perlindungan kepada LPSK

Terkait kasus tersebut, LBH Padang telah mengajukan permohonan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (WPSK) untuk perlindungan 6 orang terkait meninggalnya Afif Maulana (13) yang diduga diserang Polisi.

Dicky Rafiqi, Koordinator Advokasi LBH Padang, menjelaskan, enam orang yang diajukan pihaknya merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait kejadian tersebut.

“Kami akan memperkenalkan beberapa, enam orang,” kata Dickey kepada wartawan di kantor LPSK Jakarta Timur, Rabu (26/06/2024).

Dickey melanjutkan, ada 18 orang yang berstatus saksi dan korban dalam kematian Afif.

Namun karena terkendala kelengkapan identitas, Dickey mengatakan LBH hanya bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 orang saksi.

“Karena kebutuhan identitas, sisa identitasnya belum kita bangun, bagaimana kita mempercepatnya,” jelasnya.

Lebih lanjut, tujuan pihaknya mengusulkan perlindungan tersebut karena Dickey menyebut pihak keluarga khawatir akan akibat meninggalnya Afif Maulana. Koordinator Advokasi LBH Padang Dicky Rafiqi menyampaikan permintaan perlindungan kepada 6 orang saksi dan keluarga Afif Maulana (13), siswi SMA yang diduga diganggu polisi di Padang; di kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26-06-2024).  (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

Meski begitu, Dickey belum bisa memastikan ketakutan apa yang dimiliki keluarga terhadap kasus tersebut.

“Tetapi kami masih belum bisa memahami ketakutan seperti apa yang ada, apakah ada ancaman di baliknya.” LPSK harus mulai memberikan hal ini agar informasi ini bisa lebih jelas,” tutupnya

Pelajar SMA berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan luka memar di bawah Jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat pada Minggu sore (06/09/2024).

Berdasarkan pemeriksaan, LBH Padang menduga korban meninggal karena disiksa oleh petugas polisi yang sedang berpatroli.

Berdasarkan hasil pemeriksaan LBH, kami mengetahui bahwa almarhum merupakan korban penganiayaan polisi yang diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar, kata Direktur LBH Padang Indira Suriani, Kamis (20/6/2024). . ).

Dijelaskan Indira, Minggu (9/6/2024) sekitar pukul 04.00 WIB, berdasarkan informasi dari teman korban berinisial A, A saat itu sedang bersama A.M. mengendarai sepeda motor di Jembatan Arus Batang Kuranji.

Selanjutnya, korban A.M dan A sedang mengendarai sepeda motor secara bersamaan saat didekati petugas patroli polisi.

“Saat itu polisi menendang mobil korban A.M yang terlempar ke pinggir jalan. Saat terjadi, Korban AM berjarak sekitar dua meter dari Korban A,” ujarnya.

Indira mengatakan saat itu korban A ditangkap dan ditahan dan dia melihat korban AM. dikepung polisi, namun keduanya dipisahkan.

Saat ditangkap polisi, Korban A melihat Korban AM berdiri dikelilingi petugas yang memegang rotan. “Sampai saat itu, Korban A tidak pernah melihat Korban AM lagi,” ujarnya.

Direktur LBH Padang mengatakan, pada hari yang sama, siang hari, ditemukan jenazah AM yang terapung di Batang Kuranji. kondisi A.M pada saat itu dia dipenuhi memar.

Selanjutnya dilakukan autopsi terhadap jenazah korban dan keluarga korban mendapat fotokopi akta kematian Nomor: SK/34/VI/2024/Rumkit dari RS Bhajangkara Polda Sumbar.

Keluarga korban diberitahu polisi bahwa A.M. “Dia meninggal karena enam tulang rusuk patah dan paru-paru pecah,” kata Indira.

Terkait kejadian tersebut, ayah kandung korban A.M. mengajukan laporan ke polisi di Padang, dengan nomor laporan: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATRA BARAT. Afrinaldi, 36, kanan, dan Anggun, 32, berpose di depan potret mendiang putra sulungnya yang masih duduk di bangku SMA, Afif Maulana, 13, di kantor LBH di Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (20). /6/2024). Siswa SMA tersebut ditemukan tewas dengan luka lebam di bawah Jembatan Batang Kuranji Padang, Minggu (09/06/2024), diduga akibat penyiksaan polisi. (Rekan LBH Padang/Ist)

Selain itu, Indira menjelaskan, berdasarkan temuan LBH, ada tujuh korban lagi, lima di antaranya adalah anak-anak.

Ia mengatakan, korban diduga dianiaya polisi dan kini menjalani perawatan mandiri.

“Pengakuannya tersengat listrik, perutnya tersulut rokok, kepalanya memar, dan pinggangnya berlubang,” ujarnya.

Dia mengatakan mereka dipaksa untuk berbagi ciuman sesama jenis berdasarkan pernyataan korban.

“Selain penyiksaan, juga terjadi kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya kekerasan fisik tapi juga seksual,” ujarnya.

“Saat kami bertemu dengan korban dan keluarganya, mereka sangat terkejut dengan situasi tersebut,” ujarnya. Foto oleh Afif Maulana (13). Siswa SMA tersebut ditemukan tewas dengan luka lebam di bawah Jembatan Batang Kuranji Padang, Minggu (09/06/2024), diduga akibat penyiksaan polisi. (kolase foto TribunPadang.com/ist)

LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas masalah tersebut tanpa menutup-nutupi.

“Kami meminta Polda Sumbar mengadili seluruh anggotanya yang melakukan penganiayaan terhadap anak-anak dan orang dewasa pada tragedi Jembatan Kuranji di Kota Padang, dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang melibatkan orang dewasa,” tutupnya. . .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *