TRIBUNNEWS.COM – Perang yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina nampaknya mengurangi jumlah tentara yang bertugas di medan perang, termasuk di Rusia.
Untuk mengatasi kekurangan militer, pemerintah Rusia mulai menawarkan insentif menarik kepada warganya.
Langkah tersebut merupakan langkah terbaru pemerintahan Vladimir Putin untuk memobilisasi lebih banyak pasukan untuk pasukannya, yang memasuki tahun ketiga perang di Ukraina, Tribunenews melaporkan di CNN.
Pemerintah Rusia rela merogoh kocek lebih dalam dengan bonus tertinggi yang pernah diberikan selama perang di Ukraina untuk mendapatkan lebih banyak pasukan.
Pemerintah Rusia tak segan-segan mengumumkan bersedia membayar 1,9 juta rubel atau Rp 358 juta kepada mereka yang ingin berperang di Ukraina.
Hal itu diungkapkan Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin dalam keterangannya yang dibagikan kepada wartawan, Selasa (23/7/2024).
Mereka yang menerima tawaran tersebut akan diberi hadiah 5,2 juta rubel, atau 980 juta dolar, per tahun selama perang di Ukraina terus berlanjut atau jasa mereka dibutuhkan.
Bagi yang ingin ikut perang di Ukraina bisa mendapatkan asuransi cedera perang mulai dari Rp92 juta hingga Rp179 juta, tergantung tingkat keparahannya.
Bagi prajurit yang gugur, keluarga prajurit juga akan mendapatkan jaminan kematian sebesar Rp553 juta.
Meski pemerintah Rusia terus merahasiakan jumlah tentara yang tewas, beberapa pihak memperkirakan jumlah korban tewas dalam tiga tahun terakhir jauh lebih tinggi.
Kementerian Pertahanan Inggris memperkirakan pada 12 Juli 2024 bahwa sekitar 70.000 tentara dapat terbunuh atau terluka pada bulan Mei dan Juni 2024 saja.
Meningkatnya insentif keuangan bagi tentara baru tampaknya mengkonfirmasi laporan bahwa Rusia telah kehilangan 87 persen pasukannya di lapangan.
Informasi ini dibagikan kepada CNN pada Desember lalu oleh seseorang yang tidak disebutkan namanya yang akrab dengan badan intelijen AS.
Dalam informasi yang dibagikan CNN, sumber tersebut menyimpulkan bahwa dengan bertambahnya jumlah pasukan, Kremlin harus mencari cara lain untuk mencari pasukan baru untuk dikirim ke wilayahnya.
Stimulus perusahaan besar ini dipandang sebagai cara bagi Rusia untuk membeli lebih banyak peralatan militer baru.
Sebelumnya, Putin telah memerintahkan “mobilisasi minimum” warga Rusia pada September 2022.
Mobilisasi ini berarti bahwa semua warga negara Rusia yang memenuhi persyaratan fisik dan usia tertentu dianggap wajib militer yang dapat dipanggil untuk berperang kapan saja.
Alih-alih memobilisasi lebih banyak pasukan ke pasukan yang diluncurkan oleh Vladimir Putin, hal ini malah memicu protes keras dari warga Rusia.
Penentangan yang kuat telah muncul, terutama di kalangan etnis minoritas Rusia di mana upaya mobilisasi masih terbatas.
Upaya perekrutan yang terbatas ini justru menyebabkan emigrasi laki-laki yang memenuhi kriteria untuk bergabung dengan tentara.
Akibat keputusan Putin, banyak pria yang memenuhi syarat telah meninggalkan Rusia untuk menghindari wajib militer.
Kampanye perekrutan dihentikan pada November 2022 setelah pejabat militer Rusia mengatakan target perekrutan 300.000 orang telah tercapai.
(Tribunnews.com/Bobby)