TribuneNews.com, Jakarta – Cara penanganan meninggalnya Vina Cirebon menyisakan pertanyaan sekaligus harapan di masyarakat. Interogasi dilakukan seiring berbagai spekulasi yang tersebar dan berharap polisi mampu mengungkap kebenaran kasus ini.
Baru-baru ini, proses penangkapan Peggy Setiawan dinilai janggal karena keluarga dan rekannya memiliki bukti Peggy Setiawan hadir di Bandung saat kasus pembunuhan Vina.
Lebih lanjut, jika opini publik mengaitkan hal tersebut dengan pernyataan Kapolri Jenderal Listo Sigit Prabowo yang menyebut penyidikan kriminal ilmiah tidak digunakan dalam pengusutan awal kasus pembunuhan Vina dan Eki pada 2016.
Berikut pendapat Direktur Polri terhadap penanganan kasus kematian Vina Cirebon
Dalam pesan yang dibacakan Wakapolri Komjen Agus Andrianto kepada lulusan STIK-PTIK, Kamis (20 Juni 2024), Kapolri menyayangkan tidak menggunakan ilmu pengetahuan dalam pengusutan awal kasus tersebut. Investigasi kejahatan.
Dalam pesan yang dibacakan Wakapolri Comzen Agus Andrianto, Listio: “Dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki, bukti primer tidak didukung oleh penyelidikan kriminal ilmiah.”
Dari segi informasi, investigasi kriminal ilmiah adalah metode yang menggabungkan teknik metodologis dan teori ilmiah untuk memerangi kejahatan dan memenuhi kebutuhan hukum.
Sementara itu, polisi hanya memiliki sedikit bukti dalam kasus pembunuhan Veena dan Eki.
Banyak bukti yang tersedia hanya didasarkan pada kesaksian saksi mata.
Dampak dari bukti awal tidak mengutamakan penyidikan kejahatan ilmiah adalah persepsi negatif masyarakat.
Selain itu, ada juga keterangan Veena dan terdakwa kasus pembunuhan Eki yang diancam.
Muncul dugaan salah tangkap yang berujung pada pencopotan dua DPO.
Semua itu membuat polisi terlihat tidak profesional dalam menangani kasus pembunuhan Veena dan Ekki.
“Terdakwa mengaku mendapat ancaman, korban ditangkap secara tidak sah, dan pencopotan kedua DPO tersebut dinilai tidak profesional,” kata Listio.
Untuk itu, Listo mengingatkan penyidik untuk mengedepankan saintifik forensik dalam penanganan kasus tersebut.
Sehingga penyidik ke depannya juga bisa lebih profesional dan terhindar dari perilaku menyesatkan.
Listeo menambahkan: “Sebagai penyidik profesional dan menghindari perilaku menyimpang, mengutamakan penyidikan kriminal ilmiah dalam kasus publik, bukti harus lebih terang dari cahaya, lebih terang dari cahaya.” Penangkapan Peggy dinilai aneh
Polisi melimpahkan kasus Peggy ke Kejaksaan Agung (Kejati) Jawa Barat, Kamis pekan lalu.
Berkas perkara yang diserahkan merupakan berkas tahap pertama.
Berkas tersebut diserahkan penyidik Bareskrim Polda Jabar dan diterima staf Kejaksaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Kabid Humas Polda Jabar Kompol Jules Abraham Abas, Kamis, mengatakan, “Iya, jadi tahap pertama kita serahkan berkasnya, penyidik sudah serahkan ke kejaksaan. (20 Juni 2024), dikutip dari TribunJabar.id.
Berkas yang diserahkan akan diperiksa oleh Jaksa (JPU).
Jika berkas perkara sudah lengkap jaksa akan mengeluarkan kode P21 dan perkara akan diproses pada penyidikan tahap kedua.
Proses penangkapan Peggy Setiawan dinilai aneh karena keluarga dan rekannya memiliki bukti Peggy Setiawan hadir di Bandung saat kasus pembunuhan Vina.
Pengacara mengajukan permohonan praperadilan dan meminta penundaan penahanan Peggy Setiawan.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Shandi Nugroho mengatakan, penyidik memiliki bukti foto Peggy Setiawan tahun 2016.
“Ini foto Peggy tahun 2016, diambil penyidik saat penggerebekan. Ambil gambarnya, tunjukkan kepada pelaku dan serahkan ke BAP,” ujarnya, Kamis (20 Juni 2024).
Dalam foto tersebut, Peggy Setiawan muda terlihat diapit oleh dua orang wanita.
“BAP menyatakan iya, itu Peggy, itu pelakunya,” tegasnya.
Katanya, foto itu cocok dengan wajah buronan kasus Peggy Vina yang sudah 8 tahun tak tertangkap.
“Proses ini sangat panjang, hasil penyelidikan dimulai dari pencarian nama Peggy, ada 17, 19 nama, diperiksa satu per satu.”
“Sampai akhirnya kami temukan di Kabupaten Bandung,” jelasnya.
Saat melarikan diri, Peggy Setiawan diduga mengubah identitasnya menjadi Ravi.
“Ayah Peggy mengenalkan Peggy ke kostnya sebagai Peggy, tapi sebagai Robbie yang seharusnya menjadi keponakannya,” tutupnya.
Adik Peggy Setiawan diketahui bernama Ravi.
Sebelumnya, ayah Peggy Setiawan, Rudy Erawan membeberkan alasan Peggy dipanggil Robbie saat berada di Bandung.
Rudy mengajak Peggy bekerja sebagai buruh di Bandung namun harus mengubah identitasnya karena Rudy menikah lagi.
“Dulu saya bilang keponakan saya (Peggy) bukan anak-anak. Bukan untuk menyembunyikan identitasnya,” jelasnya.
Rudy terpaksa melakukan hal tersebut karena tidak ingin istri barunya mengetahui bahwa dirinya telah menikah dengan wanita asal Cirebon. Mantan jenderal itu mengaku banyak pelanggaran dalam kasus Vina sejak awal
Purnawirawan Irjen (Irzen), Aryanto Sutadi mengakui banyak kejanggalan dalam kasus Vina.
Menurut Arianto, sejak awal terdapat kejanggalan dalam penanganan kasus pembunuhan pasangan tersebut, terutama pada proses penyidikan.
Siaran iNews pada Rabu (20 Juni 2024) mengutip pernyataan penasihat Kapolri: “Dari penyidikan yang tidak teratur, penuntutan hingga putusan dan penolakan (putusan mempunyai kekuatan hukum tetap).
Kesalahan pertama, jelasnya, adalah ketika polisi salah mengira kejadian tersebut sebagai kecelakaan lalu lintas.
“Mengapa luka dalam kasus (kecelakaan) ini begitu parah?” Arya bertanya.
Kemudian yang kedua, Inspektur Rudiana melanggar prosedur dengan menangkap dan menginterogasi langsung pelakunya.
Seharusnya Rudiana menyerahkannya ke Badan Reserse Kriminal (RESCRIM).
Kemudian setelah dilakukan penangkapan dan pengeroyokan, ada juga saksi yang menjadi sasaran, imbuhnya.
Selain kesalahan dalam penyidikan, penanganan yang dilakukan jaksa juga membuat Arianto heran.
Mengapa jaksa menerima dugaan BAP ‘murahan’ dari penyidikan tanpa mempertimbangkan bukti-bukti?
“Kalau berkasnya diserahkan ke kejaksaan, maka jaksalah yang bertugas membuktikan apakah alat buktinya lengkap, tapi kenyataannya tidak. Kita heran sekali, kenapa kasus pembunuhan seperti ini, tidak mengambil DNA.” dia berkata .
Arianto mengatakan, saat di persidangan, hakim masih berani memutus hukuman terhadap pelaku dengan menggunakan alat bukti yang sangat sederhana.
“Selanjutnya, putusan Pasal 340 tentang pemerkosaan, kalau hakimnya benar, berdasarkan bukti-bukti, perlu dilakukan penyidikan pidana secara ilmiah, tapi kenapa saat itu tidak dilakukan dan diputuskan,” tegasnya.
Dua kuasa hukum Peggy Setiawan, Tony RM dan Marwan Iswandi mengamini pengakuan Arianto.
Toni RM bahkan pernah mendukung Aryanto.
Sebelumnya, kata mantan Wakapolri Komjen Pol. (Purn) Ogroseno mengatakan, terdapat kejanggalan, khususnya terkait peran Inspektur Rudiana dalam kasus kematian Vina.
Menurut Ogroseno, hal itu terungkap setelah Liga Akbar mengaku langsung diinterogasi.
Liga Akbar ditanya oleh Iptu Rudiana di dalam mobil mengenai umur dan pakaian korban.
“Kalaupun hanya bapaknya (Iptu Rudiana) yang bisa menunjukkan jas, helm, dan sepeda motor, kenapa dia diundang ke Grand League,” ujarnya, Minggu (16 Juni 2024).
Kejutan kedua adalah Liga Akbar dilaporkan ke penyidik.
Menurut dia, proses pemeriksaan Liga Besar tidak disertai pemanggilan atau perintah.
Selain itu, Irjen Rudiana juga diduga mempengaruhi kesaksian Akbar.
“Bagi saya, hal-hal aneh ini perlu ditelusuri yang justru mengundang Great League untuk memberikan kesaksian yang akhirnya berubah menjadi sumpah palsu,” ujarnya.
Inspektur Rudiana bisa terancam pemecatan (PTDH) jika memalsukan keterangan Liga Akbar.
“Lurus PTDH. Karena mempermalukan Korps Bhayankara Polri. Makanya polisi dirugikan,” tegasnya.