Kejaksaan Serahkan Nasib Perhiasan hingga Tas Mewah Sandra Dewi di Kasus Timah ke Majelis Hakim

Dilansir jurnalis Tribunnews.com, Fahmi Ramadan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) buka-bukaan soal nasib beberapa barang mewah milik Sandra Davie yang disita penyidik ​​menyusul kasus korupsi timah Harvey Moyes.

Harley Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kafuspencum), menjelaskan nasib barang mewah Sandra seperti tas dan perhiasan akan ditentukan berdasarkan keputusan juri.

“Tentu Jaksa akan mengambil keputusan mengenai keadaan barang curian itu. Kalau disita pasti menjadi pendapatan negara. (Tapi) hakim menilainya (nanti), apa yang akan kita lakukan? lihat bagaimana kelanjutannya,” kata Harley, Minggu (13 tahun 2024).

Namun Harley menjelaskan, jika juri menetapkan barang tersebut menjadi pendapatan negara, maka pihaknya akan menuruti perintah tersebut.

Saat ini Harley masih enggan menghakiminya.

Pasalnya, pihak Sandra Devi harus menunggu keputusan juri dalam kasus penculikan suaminya.

“Kalau harta sitaan, jelas statusnya, dan selalu mempunyai kekuatan hukum, tentu akan dilakukan sidang berikutnya. Jadi sangat tergantung keputusan pengadilan,” tutupnya. TPUPU menolak tas mewah yang dihasilkan Harvey Moeis

Terkait hal tersebut, Sandra Davey sebelumnya membantah 88 tas bermerek yang disita penyidik ​​Kejaksaan Agung (Kejagung) merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi timah yang dilakukan suaminya Harvey Moyes. .

Sandra bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta bersama terdakwa Harvey Moyes, CEO PT Refined Bangka Tin (RBT) dan Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Andriansya. , Kamis (10 Oktober 2024).

Awalnya, Ketua Hakim Eko Arianto berusaha mendukung hukuman Sandra David terhadap Harvey Moise dengan alasan ada unsur TPPU dalam kasus korupsi timah.

Penyidik ​​menyita 88 tas mewah milik Sandra Davey hasil TPPU yang menjerat Harvey Moyes, sesuai dakwaan.

“Setelah itu, penuduh laki-laki itu punya kasus yang berhubungan dengan TEC. Kok kantong brendinya banyak sekali,” tanya hakim.

“Yang Mulia, saya bisa menjelaskannya,” jawab Sandra.

Sandra menjelaskan, tas mewah tersebut sudah ia miliki sejak tahun 2014.

Tas merek ini bersumber dari banyak toko tas ternama di Indonesia.

“Pada tahun 2014, ada lebih dari 23 toko tas bermerek di Indonesia. Mereka mendukung saya dan memberi saya tas,” jelas Sandra.

Setelah itu, Sandra mengaku mempromosikan tas branded yang diberikan kepadanya di media sosialnya.

Ia mengatakan, Sandra sudah melakukan kegiatan tersebut selama 10 tahun.

Sandra Davey berkata, “Ketika mereka memberi saya tas itu, saya mempromosikannya di media sosial saya, yang memiliki 24,2 juta pengikut. Saya sudah melakukan ini selama 10 tahun, Yang Mulia, dan jumlahnya ada ratusan tas.”

Hakim Eko kemudian mencoba membenarkan 88 kantong brendi yang disita penyidik ​​dan disebutkan dalam dakwaan.

Sandra pun membenarkan jumlah tas tersebut.

“88 tas itu benar, tapi sisanya tidak saya pakai, saya jual. Makanya saya beli tasnya, difoto saat saya pakai, lalu diposting. apa yang aku punya Tas-tas itu (“Suamiku bercerita bahwa sejak 2014, “Suamiku membelinya karena dia tahu dia sudah lama membeli tas seperti ini,” pungkas Sandra.

Seperti diketahui, dalam kasus ini Sandra Devi diduga ikut serta menyimpan uang hasil kejahatan yang dilakukan suaminya.

Dalam dakwaan Harvey Moys sebelumnya, perwakilan smelter swasta PT Refined Bangka Tin (RBT) diduga menyembunyikan hasil kejahatan melalui rekening Sandra Davie.

Fakta itu diungkap tim jaksa penuntut umum saat pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipicor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu 14/8/2024.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum menyatakan Harvey Moise berperan dalam mengkoordinasikan pengumpulan dana perlindungan dari perusahaan smelter swasta di Bangkok.

Smelter yang dimaksud adalah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa.

Terdakwa Harvey Moyes mengenal Supartha yang merupakan Dirut PT Refined Bangka Tin, Reza Andriansya yang merupakan Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin, Venus Inti Perkasa, PT Sariviguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internu menanyakan Biografi, “Terdakwa Harvey Biaya keamanan sebesar $500-$750 per ton akan dibayarkan kepada Moist,” kata jaksa penuntut umum dalam persidangan.

Mekanisme pengumpulan uang jaminan yang dikemas Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim, seolah-olah untuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan.

Uang tersebut ditransfer pihak perusahaan smelter ke rekening penukaran mata uang PT Quantum Skyline, tempat Helena Lim bekerja.

Mekanisme transfer uang artinya tanggung jawab sosial masing-masing smelter swasta setara dengan 500-750 USD per ton, ditransfer ke bursa PT Quantum Skyline atau disetorkan secara tunai, kata jaksa.

Uang tersebut kemudian dikonversi ke mata uang asing seperti Dolar Singapura (SGD) dan Dolar Amerika Serikat (USD).

Helena Lim kemudian menyerahkan uang dalam mata uang asing kepada istri CEO PT RBT Anggraini di rumahnya di Jalan Gunarvarman, 31-33 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Selanjutnya Anggraini dan Triyanti Retno Vidyastuti memberitahukan kepada terdakwa HARVEY MOEIS tentang penerimaan uang tersebut, dan selanjutnya uang tersebut diambil oleh terdakwa HARVEY MOEIS, kata jaksa dalam dakwaan.

Selain mengubah bentuk surat berharga dalam mata uang asing, Harvey disebut-sebut menyamarkannya dengan mentransfernya dari rekening PT Quantum Skyline Exchange ke berbagai rekening.

Di antara rekening yang ditransfer adalah rekening istrinya, Sandra Davie.

“Transfer uang dari rekening PT Quantum Skyline Exchange, Kristiyono, PT Refined Bangka Tin antara tahun 2018 hingga 2023 antara lain: Sandra Davie selaku istri terdakwa HARVEY MOEIS ke rekening bank BCA nomor 07040688883. Nama Sandra Davie 3.150.000.000,” kata kata jaksa penuntut umum.

Belakangan, uang sebesar $80 juta juga ditransfer ke rekening Ratih Purnamasari, asisten pribadi Sandra Devi.

Menurut jaksa, uang tersebut ditransfer ke rekening asisten pribadi dan kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Sandra Davey.

“Ratih Purnamasari bertindak sebagai asisten pribadi Sandra Devi, Bank BCA No. 7140071735, atas nama Ratih Purnamasari atas penggunaan Sandra Devi sejumlah Rp 80.000.000,” kata jaksa.

Selain itu, Rp 2 miliar USD 32 miliar ditransfer ke empat rekening Harvey Moeis.

• Di rekening BCA nomor 00064066699 atas nama HARVEY MOEIS totalnya Rp 6.711.215.000. 05025109993 atas nama HARVEY MOEIS sejumlah Rs.32.117.657.062; dan • Sebanyak Rp5.563.625.000,- di Rekening Bank BCA No. 06010160411 atas nama HARVEY MOEIS.

Berdasarkan dakwaan jaksa, uang di rekening Harvey Moyes terkait dengan aktivitas bisnisnya.

“Transaksi dicatat dalam rekening tabungan seolah-olah berkaitan dengan kewajiban, aset, dan aktivitas perusahaan.

Harvey Moys dijerat pasal 2 ayat (1), pasal 3 ayat 18 UU Tipikor, dan pasal 55 ayat (1) ayat 1 KUHP dengan tuduhan korupsi.

Selain itu, ia juga didakwa melakukan pencucian uang sehubungan dengan tindakan penyembunyian uang hasil tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2010. Pencucian uang didefinisikan dalam Pasal 55 Ayat 1 sampai dengan -1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *