Dilansir reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Lavoli mempersilakan Kejaksaan menyampaikan upaya pencegahan dan jera (ban) anggota Partai Demokrat Indonesia Edward Tannur Gregorius Ronald Tannur, putra Tannur.
Pasalnya Gregorius divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya atas pembunuhan pacarnya Dini Serra Afrianti.
Terkait hal itu, Yasona membuka pintu bagi aparat penegak hukum mana pun untuk meminta perintah pengadilan.
“Intinya kalau APH mau dicekal, tinggal diserahkan saja ke Direktur Imigrasi,” kata Yasona saat menghadiri konferensi “Menuju Cetak Biru Transformasi Penuntutan Indonesia Emas 2045” yang digelar Kejaksaan Agung di Westin yang diungkapkan kemudian. Hotel Kuningan, Jakarta Kamis (1/8/2024).
Kejaksaan juga memastikan pihaknya sedang berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk mengajukan surat perintah pengadilan terhadap Gregorius Tannur.
Koordinasi tetap terjalin antara Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dengan Kanwil Kemenkum HAM Jatim.
“Larangan Gregorius ini sedang dikoordinasikan dengan pihak Imigrasi. Koordinasinya antara Kejaksaan Tinggi dan Kanwil Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bagian Imigrasi,” kata Kepala Kejaksaan Agung. Center, Hurley bertemu Sirega di acara yang sama.
Hurley mengatakan penting untuk mengajukan perintah tersebut untuk mendukung banding yang akan segera diajukan oleh kantor kejaksaan sebagai jaksa.
“Tentu kalau kita lihat, kewenangan untuk menahannya sudah ada di pengadilan, tapi karena kami tertarik juga, kami sedang mencari solusi untuk mencari cara agar orang yang terlibat tidak bepergian,” kata Hurley.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam putusannya memutuskan Gregorius Ronald Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menyebabkan tewasnya D. Pembunuhan atau penyiksaan.
Ronald juga berjasa membantu korban di saat-saat yang lebih kritis, terbukti dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Oleh karena itu, Ronald dijerat dengan dakwaan pertama Pasal 338 KUHP, dakwaan kedua Pasal 351(3) KUHP, dakwaan ketiga Pasal 359 dan Pasal 351(1) KUHP tuduhan tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Hukum pidana.
Ronald dibebaskan oleh majelis hakim dalam sidang Rabu (24 Juli 2024).
Putusan tersebut menuai kritik dari masyarakat dan anggota parlemen dari Partai Demokrat.
Komite Ketiga Kementerian Urusan Sipil baru-baru ini mengadakan pertemuan dengan keluarga korban dan mendengarkan pandangan mereka.
Ahmed Sahroni, Wakil Ketua Komite Ketiga DPR RI, menilai pembebasan Ronald aneh.
Sebab, meski sebenarnya penganiayaan yang dilakukan Ronald merupakan tindak pidana, namun hakim mencatat korban meninggal akibat kecanduan alkohol.
“Jelas, ini murni kasus pidana dan tidak mengherankan jika hakim menyatakan bahwa alkohol adalah satu-satunya penyebab kematian yang sah,” kata Saloni.
Karena itu, ia menilai hakim yang membebaskan Ronald Tannour adalah orang sakit.
Saloni menduga juri tidak memiliki cukup televisi dan ponsel untuk melihat bukti CCTV kejadian tersebut.
“Saya berbicara hari ini tentang tiga hakim yang membebaskan mereka, dan mereka semua sakit,” desak Saloni.
Lebih lanjut, Sahroni mengaku dirinya dan rekan-rekannya di Komite Ketiga DPR RI merasa terganggu dengan putusan yang begitu jauh dari temuan penyidikan forensik.
Untuk itu, dia meminta Mahkamah Agung (MA) mengusut tiga hakim yang membebaskan Ronald Tannur.
Ketiga juri tersebut adalah Erintua Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.
Saloni berkata: “Kami di Komite Ketiga malu mendengar berita ini. Oleh karena itu jelas bahwa semua hakim mencurigai mereka ‘bermain-main’ karena mereka membuat keputusan tidak berdasar dan jauh dari penyelidikan forensik.”
“Jadi kami sudah meminta Jaksa Agung untuk mengajukan kasasi. MA juga sudah mengkajinya bersama tiga hakim dan seluruh prosesnya sudah berjalan seadil-adilnya. Tapi semua itu tidak ada yang benar,” ujarnya. Kronologi kejadian
Kasus penganiayaan yang berujung pada meninggalnya Ronald dan korban ini bermula pada Selasa (10/3/2023) sekitar pukul 18.30 WIB saat mereka sedang makan malam di kawasan Lakarsantri, Surabaya.
Setelahnya, keduanya disapa rekannya dan pergi ke tempat karaoke di dekat Jalan Majen Jonosewojo.
Mereka tiba pada pukul 21.00 WIB untuk menghadiri konser dan minum bersama tujuh rekannya.
Sekitar pukul 00.30 WIB, Rabu (10/4/2023), Ronald dan pacarnya terlibat adu mulut, yang diketahui polisi di lokasi kejadian.
“(Ronald) menendang kaki kanan korban hingga terduduk.”
Kapolrestabes Surabaya dan Kompol Pasma Roys dalam keterangannya, Jumat (10 Juni 2023), mengatakan, “GRT (Ronald Tannur) kemudian memukul kepala korban dengan botol” (dikutip dari Surya.co.id). .
Pelecehan itu membuat Ronald Tannour panik.
Pernapasan buatan juga diberikan, namun D tidak memberikan respons.
Ronald Tannur membawa Deeney ke RS Nasional Surabaya, namun korban dinyatakan meninggal dunia.
Sementara soal motifnya, AKBP Hendro Sukmono, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, mengatakan hal itu tergantung dari rasa sakit yang ditimpakan pelaku kepada korban.
Selain itu, Ronald Tannour yang sedang mabuk juga melakukan kekejaman tersebut.
Motifnya sakit hati. Kejadiannya karena terkontaminasi alkohol, kata Hendro, Kamis (12/10/2023).
Ronald Tannur, putra anggota DPR RI Edward Tannur, divonis 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Surabaya atas perbuatannya.
Namun majelis hakim justru membebaskan Ronald Tannur.