Kejaksaan Agung Bakal Limpahkan Kasus Timah ke Pengadilan Pekan Depan

Laporan reporter Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung menargetkan penyelesaian penyidikan dugaan korupsi sistem tata niaga timah pada pekan depan.

Tujuan tim penyidik ​​menyelesaikan kasus ini secepatnya agar kasus tersebut bisa disidangkan pada pekan depan.

Sekadar informasi teman-teman, kasus timah ini sudah masuk tahap akhir. Saya berharap dalam waktu seminggu ke depan bisa dibawa ke pengadilan, kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Rabu (29 Mei 2024) di resepsi. Soal BPKP, negara mendengar kerugian.

Senada dengan Burhanuddin, Wakil Menteri Kehakiman Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah juga menunjukkan adanya upaya untuk mempercepat proses kasus ini.

Karena dipercepat, Menteri Kehakiman bekerja sama dengan BPKP menghitung kerugian masyarakat.

“Perlu diketahui, penyidik ​​menangani kasus ini secara profesional, bertindak sesuai aturan, dan untuk itulah saya meminta kepada auditor yang ditunjuk untuk mempercepat hasil penghitungan kerugian masyarakat agar segera dibawa ke pengadilan. pengadilan,” kata Febrie dalam konteks yang sama.

Meski akan ditangkap secepatnya, Febrie mengungkapkan kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus tersebut masih terbuka.

Kalaupun kasusnya masuk ke tahap persidangan, proses perkara masih bisa dilanjutkan.

“Apakah kita akan berhenti sampai disitu saja? Kita sudah melihat proses persahabatan berjalan dalam kasus-kasus besar, terus berjalan selama bukti-bukti mempunyai kekuatan untuk mengidentifikasi tersangka lainnya,” kata Febrie.

FYI, ada 22 tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung dalam kasus ini, termasuk Obstruksi Justice (OOJ) atau Obstruksi Penyidikan.

Di antara tersangka yang ditetapkan adalah pejabat negara: mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono; Kepala Departemen ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021-2024, Amir Syahbana; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-Maret 2019, Suranto Wibowo; UU Departemen ESDM Provinsi Bangka Belitung. sutradara Maret 2019, Rusbani (BN); Mantan CEO PT Timah, Riza Pahlevi Tabrani (MRPT); CFO PT Timah 2017-2018, Emil Emindra (EML); dan Direktur Operasional pada tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Bisnis tahun 2019-2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW).

Lalu ada pihak swasta lainnya yaitu: pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY); CEO CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); CEO PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suwito Gunawan (SG) alias Awi sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinang; CEO PT Refinasi Bangka Timbal (RBT), Suparta (SP); Direktur PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline, Helen Lim (HLN); Deputi PT RBT Harvey Moeis (HM); Pemilik PT Timah, Hendry Lie (HL); dan Pemasaran PT TIN, Fandy Lingga (FL).

Untuk menghalangi keadilan (OOJ), Kejaksaan menetapkan Toni Tamsil alias Akh, adik Tamron, sebagai tersangka.

Enam orang di antaranya juga telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.

Nilai kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp300 triliun.

Kerusakan yang dimaksud adalah mis. harga sewa bagi pendiri, membayar biaya timbal ilegal dan kerusakan lingkungan.

Hasil perhitungan kasus tambak ini cukup fantastis dan kita perkirakan dulu Rp 271 dan mencapai sekitar Rp 300, kata Menteri Kehakiman ST Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/1). 5./2024).

Akibat perbuatan yang merugikan negara tersebut, para tersangka sudah dijerat pasal pokok dengan pasal 2 angka 1 dan pasal 3. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Komentar Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Indonesia tentang Pemberantasan Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP.

Kemudian OOJ dijerat pasal 21 UU Pemberantasan Korupsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *