TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung memeriksa pejabat Departemen Pertambangan di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Pejabat yang dimaksud adalah Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Pertambangan Dinas Pertambangan Kutai Barat tahun 2009.
Saksi yang diperiksa berinisial RN selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertambangan Dinas Pertambangan Kutai Barat tahun 2009, kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ket Sumedana dalam keterangannya, Selasa (23 ./4/2024) sore. .
Dia ditanyai soal kasus dugaan korupsi penerbitan izin usaha pertambangan (UP) di Kabupaten Kutai Barat.
Fuspencum tidak menjelaskan konstruksi perkara dalam surat pemberitahuannya.
Meski demikian, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kejaksaan Agung (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung sebelumnya membenarkan kasus tersebut merupakan pengembangan dari kasus yang meledak mantan anggota DPR Ismail Thomas.
Menurut Kuntadi, timnya menemukan fakta bahwa Ismail Thomas tidak hanya memalsukan dokumen izin pertambangan di PT Sendawar Jaya.
Ternyata itu juga tidak hanya satu indikasi saja, kata Dirdik Jampidus Kejaksaan Agung, Kamis (29/02/2024).
Dari temuan tersebut, tim investigasi terus melakukan pengembangan.
Termasuk di lokasi pertambangan yang dipalsukan izinnya oleh mantan anggota DPRD Fraksi PDIP.
Jadi kita lihat apakah benar dia tidak bertanggung jawab, itu peristiwa hukum, sementara masih didalami. Indikasinya ke arah itu. Makanya terus dikembangkan, kata Kuntadi.
Ismail Thomas sendiri dalam kasus ini divonis 1 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, ia juga divonis membayar denda sebesar Rp 50 juta, ditambah 3 bulan penjara.
Vonis yang dijatuhkan hakim lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta ditambah 6 bulan kurungan. Tersangka Ismail Thomas mendatangi mobil tahanan di Gedung Bundar Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/8/2023). Kejaksaan Agung menetapkan anggota DPR RI Ismail Thomas sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan dokumen perjanjian pertambangan Sendawar Jaya. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)