Kebiasaan ‘Nyirih’ Pada Ibu Hamil Membahayakan Janin, Kepala BKKBN: Ada Zat Besi dan Kapur Masuk

TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji menyoroti beberapa kebiasaan budaya yang dapat meningkatkan risiko stunting pada anak, salah satunya adalah kebiasaan ‘nyirih’ (mengunyah btel) yang masih dilakukan. . Dipraktekkan oleh ibu hamil di berbagai daerah di Indonesia.

“Di beberapa daerah masih ada ibu hamil yang melakukan nyirih. Kandungan jeruk nipis pada buah bit dan zat besi yang masuk dalam ‘nyirih’ bisa mempengaruhi kondisi janin. Ini salah satu budaya yang harus dipelajari,” kata Wihaji saat berkunjung ke Desa Mulyasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).

Ditambahkannya, tradisi ini menunjukkan pentingnya edukasi yang ditujukan kepada masyarakat, khususnya ibu hamil, agar mereka memahami dampak negatif praktik budaya tertentu terhadap kesehatan ibu dan anak.

Menurutnya, selain kekurangan nutrisi dan akses air bersih, faktor budaya juga menjadi salah satu penyebab kelangkaan yang perlu diatasi di seluruh dunia.

Oleh karena itu, BKKBN mendorong pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memperluas program pelatihan secara lebih intensif.

“Edukasi menjadi salah satu langkah penting untuk mencegah keterlambatan. Kita tidak hanya berbicara tentang makanan, tapi juga kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan anak,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan, pencegahan keterlambatan harus menjadi perhatian para pihak.

Selain BKKBN, kementerian, pemerintah daerah, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengubah kebiasaan yang dapat membahayakan kesehatan.

Wihaji lebih lanjut menekankan pentingnya tindakan pencegahan berbasis data.

Dengan pendekatan name-to-address, BKKBN akan memastikan bahwa semua keluarga yang berisiko mengalami deprivasi mendapatkan perhatian yang tepat, termasuk pendidikan segera bagi ibu hamil.

“Kita punya informasi mengenai risiko keluarga terhadap keterlambatan tumbuh kembang (KRS). Hari ini kita harus turun langsung ke lapangan dan menyelesaikan masalah dengan fokus. Bukan sekedar diskusi atau seminar,” ujarnya.

Ia berharap langkah khusus ini dapat menciptakan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu dan anak sekaligus mengurangi angka keterlambatan di Indonesia.

“Keterlambatan itu bukan hanya soal gizi kurang, tapi soal perilaku. Jadi kita harus sabar, perhatikan dan pastikan semuanya jelas, alamatnya jelas, dan masalahnya bisa teratasi,” tutupnya.

Melalui pendekatan edukasi yang menyentuh akar permasalahan, BKKBN optimis angka stunting di Indonesia dapat diturunkan, sekaligus mendorong terciptanya generasi baru yang sehat dan berkualitas.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *