Kaum Buruh Singgung Hakim MK Tak Pernah Rasakan Upah UMP hingga Putar Otak Cari Tambahan

Laporan reporter Tribunnews.com Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Massa buruh yang berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat pun menyinggung perasaan hakim Mahkamah Konstitusi (KC) yang sedang mendengarkan pengujian Omnibus Law UU Cipta Kerja. ( UU Ciptaker ).

Ia mengatakan, hakim Mahkamah Konstitusi bukan berasal dari masyarakat dunia seperti buruh, sehingga mereka tidak pernah melihat sulitnya ketidakadilan upah minimum. 

“Mereka tidak pernah merasa dibayar sesuai UMP setiap bulannya,” kata juru bicara di mobil jok, Rabu (17/07/2024).

Disebutkan pula, para hakim Mahkamah Konstitusi tidak akan merasa pusing setiap hari mencari uang tambahan, terbebani membayar sewa, bahkan mendengar anaknya menangis minta diracun jika ingin bersekolah. .

“Mereka tidak pernah merasa harus membayar sewa setiap bulan. Mereka tidak tahu kalau anaknya bersekolah, mereka mengeluh soal makanan. Mereka tidak pernah mendengarnya,” katanya.

Status juri dan staf berbeda. Sebab para pekerja harus mengambil risiko pekerjaannya terancam agar dapat dituntut, mulai dari memasuki jalan tol, memblokir jalan, hingga menyatakan penolakannya terhadap UU JOBS seperti yang dilakukan saat ini. 

“Teman-teman masuk tol, memblokir jalan, karena ingin keadilan. Anda mungkin diancam oleh perusahaan ini, tetapi Anda di sini mengambil kesempatan untuk mengatakan bahwa Anda tidak setuju dengan UU JOBS,” ujarnya.

Kali ini, ada tiga isu yang mengemuka dalam protes massa buruh. 

Pertama, mencabut UU Umum Cipta Kerja. Kedua, HOSTUM atau Hapus iklan untuk menolak gaji murah. Ketiga, menolak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan menghapus Peraturan Menteri Perdagangan No.

Serikat pekerja juga memberikan ancaman dalam aksi tersebut, yakni rencana mogok nasional yang dilakukan seluruh buruh di Indonesia. 

Tindakan ini akan diambil apabila hakim Mahkamah Konstitusi yang mengadili perkara UU Cipta Kerja berdasarkan permohonan serikat pekerja dalam perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 memutuskan mendukung undang-undang tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *