TRIBUNNEWS.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif angkat bicara soal kemungkinan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada Juli mendatang.
Menurut Arifin, kenaikan harga BBM ini masih belum pasti.
Sebab, Kementerian ESDM masih perlu persetujuan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Meski demikian, Arifin mengaku sejauh ini Kementerian ESDM bersedia membahas nasib subsidi BBM di tengah tingginya harga minyak.
“Tanya Bu (Menteri Keuangan) Sri Mulyan, saya siap kapan saja. Tanya dia (Sri Mulyan) kapan mau mengumpulkan (membahas subsidi),” kata Arifin, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (25/6). /2024).
Terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Erlanga Hartarto mengatakan pihaknya belum membahas harga BBM.
Termasuk apakah subsidi energi akan dilanjutkan setelah Juni 2024 atau tidak.
Menurut Airlangga, dalam rapat paripurna pemerintah hari ini tidak ada pembahasan khusus soal harga BBM.
Meski demikian, besaran BBM bersubsidi dipastikan tidak akan berubah.
“Belum dibahas, nanti ada pembahasan tersendiri, tapi yang jelas besaran subsidinya tidak ada perubahan,” kata Airlanga.
Ke depan, pemerintah juga akan terus mengendalikan kenaikan harga minyak global.
“Subsidi BBM dan kenaikan harga tidak setinggi dulu sehingga masih terkendali,” jelasnya.
Sebagai informasi, kami mencatat ada potensi kenaikan harga BBM pada Juli 2024.
Peningkatan ini mungkin disebabkan oleh tren harga minyak dunia, penurunan produksi minyak mentah dalam negeri, dan melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS.
Pemerintah sendiri hanya bisa memastikan akan mempertahankan harga BBM, termasuk non-subsidi, hingga Juni 2024.
Menteri ESDM usulkan kuota BBM bersubsidi sebesar 19,99 juta kiloliter pada RAPBN 2025
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan volume BBM bersubsidi sekitar 19,99 juta kiloliter (KL) dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran (FI) 2025.
Pasokan tersebut terdiri atas minyak tanah 0,51-0,55 juta KL dan solar 18,33-19,44 juta KL.
“Kami mengusulkan besaran subsidi BBM pada RAPBN TA 2025 sebesar 18,84 menjadi 19,99 juta KL,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam keterangannya, Kamis (6/6/2024).
Arifin menjelaskan, pemerintah terus memberikan subsidi tetap untuk minyak bumi dan subsidi diferensial untuk minyak tanah, dengan mengontrol volume dan mengontrol kelompok atau sektor yang diuntungkan.
Dalam menentukan besaran subsidi tetap solar, pemerintah mempertimbangkan perkembangan indikator makroekonomi, terutama harga minyak mentah Indonesia dan nilai tukar rupiah.
“Dalam RAPBN TA 2025, kami mengusulkan subsidi tetap solar antara Rp1.000 – 3.000 per liter dan subsidi selisih harga minyak tanah,” kata Arifin.
Hal ini perlu dilakukan mengingat harga keekonomian solar mencapai Rp 12.100 per liter, sedangkan harga ecerannya Rp 6.800 per liter.
Minyak solar masih banyak dimanfaatkan untuk angkutan darat, angkutan laut, kereta api, usaha perikanan, usaha pertanian, usaha mikro dan utilitas umum, sehingga diperlukan upaya untuk menjaga harga eceran solar.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar mengatakan masih banyak penyalahgunaan bahan bakar solar bersubsidi untuk pertambangan.
Hal ini disebabkan besarnya disparitas harga minyak antara harga subsidi dan non-subsidi di pasaran.
“Mereka membeli minyak bersubsidi dengan harga murah kemudian menjualnya ke industri pertambangan dengan harga lebih tinggi,” jelasnya.
Di akhir sambutannya, Arifin mengimbau masyarakat untuk bersama-sama memantau penyaluran produk turunan bersubsidi dan melaporkan jika ada indikasi penyalahgunaan.
“Pemerintah akan terus berupaya meningkatkan efisiensi penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Bambang Ismoyo) (Kompas.com/Fika Nurul Ulya)