TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengamati peningkatan kasus penyalahgunaan zat tertentu (OOT), seperti tramadol, trihexyphenidyl, ketamine, dextromethorphan dan psikotropika lainnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan OOT yang intensif, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, BPOM mencatat dari 641 fasilitas distribusi dan pelayanan farmasi yang diperiksa selama periode Januari hingga Agustus 2024, sebanyak 2,84 persen diantaranya ditemukan melakukan pelanggaran berat.
“Kegiatan dispensing di fasilitas tersebut tidak memenuhi standar Distribusi Obat yang Baik (CDOB), sehingga kami memberikan sanksi suspensi terhadap 47 fasilitas dispensing dan 190 fasilitas pelayanan kefarmasian,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar, seperti dilansir dari Website resmi BPOM, pada Minggu (3/11/2024).
Antara tahun 2021 hingga 2024, BPOM juga telah mengambil tindakan dengan mencabut sertifikat CDOB untuk 81 fasilitas yang melanggar, termasuk merekomendasikan pencabutan izin operasional.
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera dan mencegah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakan persetujuan.
Taruna Ikrar juga menekankan pentingnya pengawasan sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan di Indonesia. Menurutnya, lingkungan strategis pengendalian narkoba terus mengalami perubahan sehingga memerlukan penyesuaian kebijakan yang ekstensif dan berkelanjutan.
“UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mendukung ketahanan kesehatan nasional dengan mengatur pelayanan kefarmasian secara merata di seluruh Indonesia,” tambah Taruna.
BPOM juga berkomitmen untuk mendukung pelaku industri farmasi dan distributor dalam proses distribusi obat agar tetap aman. Selain fasilitas pelayanan kesehatan, BPOM berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat yang bertanggung jawab.
Apalagi, Taruna Ikrar mengungkapkan dalam focus group Discussion (FGD) pada Kamis (31/10/2024) bahwa tantangan pengendalian narkoba semakin kompleks seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital.
Ditegaskannya, tantangan yang dihadapi antara lain pengendalian obat-obatan berbahaya, baik dari segi penyalahgunaan, kualitas, hingga transformasi obat dari jalur legal ke jalur ilegal.
“Kita berada di era global saat ini, apa yang terjadi di negara kita akan berdampak pada negara tetangga kita,” kata Taruna Ikrar lagi.
Begitu pula dengan apa yang terjadi di negara lain seperti India, Timur Tengah, Amerika, dan Eropa tentunya akan berdampak juga bagi Indonesia.