TRIBUNNEWS.COM – Meninggalnya seorang taruna saat mengikuti kegiatan STIP bukan menjadi alasan untuk menyimpulkan bahwa Kementerian Perhubungan tidak mampu memberikan pendidikan.
Namun cara penerimaan taruna baru perlu dievaluasi.
Inspektur Perhubungan Bambang Haryo Sokartono (BHS) sangat mengapresiasi setiap langkah Kementerian Perhubungan terkait meninggalnya salah satu taruna Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) baru-baru ini.
Ia menilai Kementerian Perhubungan sejauh ini telah mengelola administrasi STIP dengan baik. Namun sangat disayangkan kecelakaan ini terjadi.
“Tanpa bermaksud untuk mengabaikan perasaan sedih keluarga taruna yang meninggalkan kami, kejadian di STIP bisa dikatakan sedikit dibandingkan dengan sekolah kedinasan lainnya,” demikian pengumuman BHS, Kamis (16/05/2024).
Sekolah kedinasan mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 oleh seorang dosen IPDN bernama Inu Kencana.
Menurut penelitian terkait tesis doktoral Universitas Padjadjaran yang menyajikan data bertajuk Monitoring Kerja STPDN Terhadap Sikap Masyarakat di Provinsi Sumedang, terdapat 35 kasus kematian pada tahun 1993 hingga 2007.
“Dibandingkan STIP, tahun 2008 ada 1 kejadian, tahun 2017 ada 1 kejadian, dan tahun 2024 ada 1 kejadian. Menurut saya Kementerian Perhubungan sudah baik dalam mengembangkan STIP ini,” ujarnya.
Namun, selain perbandingan tersebut, BHS menyebut ada beberapa aspek kejadian ini yang perlu dibenahi agar tidak terulang kembali.
“Semua pihak terutama calon siswa harus ingat bahwa sekolah kedinasan yang menerapkan sistem kepangkatan tidak hanya memerlukan kecerdasan dan akhlak yang baik, tetapi juga kekuatan fisik atau jasmani. ,’ dia mengulangi.
Hal ini dikarenakan lulusan STIP akan memasuki dunia kerja berat yang membutuhkan kekuatan fisik untuk bertahan hidup. Selain itu, bekerja di laut lebih menimbulkan stres dibandingkan bekerja di darat.
“Sebenarnya kebugaran jasmani taruna STIP bisa saya sampaikan harus setara dengan calon TNI AL. Jadi untuk menjamin kebugaran jasmani perlu dilakukan tes jasmani seperti tes masuk TNI atau Polri. Tes fisik ini harus detail. Taruna yang masuk STIP ini bisa menjamin “benar-benar sehat jasmaninya,” kata BHS.
Ditegaskannya, STIP berbeda dengan sekolah negeri yang hanya mengutamakan kecerdasan otak.
“Para taruna ini nantinya akan bekerja di laut sekaligus menjaga masyarakat yang menggunakan jasanya. Jadi kebugaran jasmani memang menjadi syarat utama,” ujarnya.
BHS menegaskan agar seluruh pihak yang terlibat dalam pendidikan pelayaran harus ingat bahwa harapan yang diharapkan dari lulusan STIP adalah angka yang utuh, baik sehat jasmani maupun rohani.
“Jadi harus ada pemahaman bahwa anak-anak yang ingin masuk STIP harus sehat secara fisik. Dan dalam proses seleksi calon taruna STIP, hal ini dibuktikan melalui penggunaan tes fisik yang setara dengan ujian masuk TNI. Ketika lulus, mereka harus kuat, harus bertahan di tengah gelombang laut, “kalau ada kejadian bisa cepat bereaksi, berenang di kondisi laut yang buruk, bisa dibilang seperti TNI AL, tapi tanpa senjata,” tegasnya.
Ia berharap sistem penerimaan taruna di STIP dapat dievaluasi secara komprehensif, untuk menjamin kesiapan setiap taruna dalam menempuh pendidikan di STIP.
“Dengan kebugaran jasmani, kita berharap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari. Meski begitu, saya pernah tegaskan, kalaupun ada taruna yang mempunyai gangguan kesehatan, hendaknya meminta kepada atasannya untuk tidak mengikuti kegiatan tersebut. Hal ini berpotensi untuk dihindari,” ujarnya. dikatakan. . Sekali lagi dari BHS.
Terakhir, Politisi Gerindra menegaskan, perlu dipahami semua pihak bahwa kesiapan fisik, mental, dan intelektual taruna STIP merupakan akibat dari beratnya beban yang harus ditanggung taruna saat memasuki lapangan operasinya.
“Kalau turun ke lapangan, pertama mereka akan mengurus orang-orang yang menggunakan transportasi laut. Jumlahnya tidak sedikit, setahun bisa jutaan orang. Kedua, mereka harus mengurus aset logistik di kapal, yang bisa Jika berada di perairan internasional jumlahnya miliaran, kapal itu yang kemudian mewakili negara, sehingga menjadi penjaga yang menjaga wilayah negara,” ujarnya.