Kasus Korupsi Sistem Proteksi TKI, PNS Kemnaker Ngaku Dapat Honor Tanpa Kerja

Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, XHAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pembelian sistem perlindungan pekerja migran Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Ketiga saksi yang disebutkan merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Ketenagakerjaan yakni PPBJ (Manajer Pengadaan Barang/Jasa): Agus Ramdhani, Andis Yamanto Rantesalu dan seorang pensiunan bernama Agus Widaryanto.

Mereka disidangkan di Pengadilan Tipikor Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (23/7/2024).

Duduk di kursi terdakwa, tiga orang: Reyna Usman, mantan Direktur Jenderal Pengembangan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; I Nyoman Darmanta, Pejabat ASN Kementerian Ketenagakerjaan dan Penugasan (PPK) bidang pengadaan sistem pertahanan TKI; dan Karunia, Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).

Dalam persidangan, saksi Agus Ramdhani menyatakan menerima honor terkait pengurusan tender proyek sistem TKI.

Fee yang didapat sebesar Rp 900 ribu untuk setiap kegiatan.

“Untuk posisi Anda, apakah Anda mendapat royalti di sana? tanya jaksa KPK.

“Iya Pak,” jawab saksi Agus Ramdhani.

“Berapa sebulan?” tanya jaksa lagi.

“Yang saya ingat 900 ribu pak,” kata Agus.

“Bagaimana dengan pembayarannya?” tanya jaksa.

“Satu paket. Satu orang per kegiatan,” kata Agus.

Dengan adanya biaya tersebut, Agus dan rekan-rekan selaku PPBJ harus mengawasi dan mengkaji lelang tersebut.

Namun kenyataannya monitoring dan evaluasi dilakukan oleh konsultan.

“Terkait pernyataan Saudara, ada konsultan yang tidak melakukan penilaian. Apakah ini berarti tugas PPBJ dapat dikatakan diambil alih atau dilaksanakan oleh konsultan untuk lelang kedua? ucap jaksa ingin memastikan.

Ya, karena sepengetahuan saya, ada konsultan yang diberi tugas untuk mengelola kegiatan lelang ini, kata Agus.

Jaksa juga menegaskan, tugas PPBJ tertuang dalam berbagai keputusan dan peraturan.

Namun, kata Agus, hal itu merupakan perintah atasannya.

“Adanya konsultan di sana, lalu mengambil alih tugas PPBJ, apakah dibenarkan? tanya jaksa penuntut umum.

“Saya kurang paham konsepnya, tidak dibenarkan. Saya hanya menjalankan perintah yang tidak perlu ada perhatian, nanti kita kerjakan konsultannya. Ayo kita unggah,” jelas Agus.

Agus pun mengaku terpaksa menandatangani penerimaan honor yang ditawarkan kepadanya.

“Saya sudah tanda tangan, jadi saya terima royaltinya saja, Pak,” kata Agus.

“Kalaupun tidak bekerja, sudah diambil alih oleh konsultan, itu bagus. Begitu terhormatnya dia,” kata jaksa mengakhiri penyidikan soal honor tersebut. Kantor Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI di Jakarta

Sekadar informasi, dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Reyna Usman, mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merugikan keuangan negara sebesar Rp17,6 miliar.

Reyna didakwa bersama Pejabat Pengikat (PPK) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).

Jaksa penuntut umum mendakwa Reyna dan Darmanta memperkaya Karunia.

Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, seperti hadiah pengayaan senilai Rp.17.682.445.455. yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.17.682.445.455. – kata Jaksa KPK saat itu. surat dakwaan dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (13/6/2024).

Sebab, lelang proyek ini dilakukan secara tidak wajar, dengan syarat PT AIM menjadi pemenangnya.

“Kemudian Karunia kembali memerintahkan tim tender PT AlM untuk mengikuti lelang dan menyampaikan kepada Bunamas bahwa PT AIM bersyarat menjadi pemenang,” kata jaksa dalam dakwaannya.

Akibatnya, terjadi beberapa masalah di tempat kerja. 

Jaksa mengatakan, sistem pemantauan dan pengelolaan data perlindungan TKI yang dikembangkan PT AIM belum tersedia, baik untuk transfer data maupun integrasi sistem antara sistem perlindungan TKI Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan sistem informasi pemangku kepentingan yang ada.

“Setelah dipastikan hasil pekerjaannya, ternyata sistem pemantauan dan pengelolaan data pertahanan TKI yang dikembangkan oleh PT AIM belum tersedia, baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara Kementerian Ketenagakerjaan Rl dan sistem perlindungan TKI Transmigrasi dengan yang sudah ada. informasinya, sistem itu milik pihak-pihak terkait sehingga tidak bisa “digunakan oleh negara sesuai dengan tujuan perolehannya,” jelas jaksa.

Akibat perbuatannya, para terdakwa dalam perkara ini dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 terkait Pasal 18 UU No. 31 Tahun 199 terkait pemberantasan tindak pidana korupsi terkait pasal 55 ayat 1 KUHP. .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *