Laporan Fahdi Fahlevi, reporter Tribunnews.com.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Deputi Direktur Pembangunan Kualitas Anak, Perempuan dan Remaja Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengungkapkan mayoritas kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2024 terjadi di sektor rumah tangga. .
Woro menjelaskannya berdasarkan data Simfoni Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) tahun 2024.
“Dari tempat kejadian Kasus terbanyak (2.132 kasus) terjadi di rumah tangga, artinya pelakunya dekat dengan mereka,” kata Wuro dalam jumpa pers di kantor Kemenko PMK di Jakarta, Senin (22/4/2024).
Berdasarkan statistik Simfoni PPA, 2.132 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di rumah, 484 di tempat umum, dan 463 di sekolah.
Sedangkan untuk kasus pidana, mayoritas adalah teman atau pacar, antara lain pelaku 809 orang, orang tua 702 orang, anggota keluarga atau saudara 285 orang, guru 182 orang, tergantung gurunya.
“Salah satu jenis kekerasan yang sering terjadi di satuan pendidikan adalah perundungan. Jumlah intimidasi di sekolah juga meningkat. Pelakunya kebanyakan dari pacar,” kata Woro.
Menurut Woro, masih terdapat tantangan terkait pengawasan sektoral antar instansi pemerintah terkait.
Kebijakan dan regulasi di bidang lembaga tersebut, kata Woro, tetap berjalan secara independen.
Selain itu, tantangan lainnya adalah persoalan statistik dan data. Sebab, statistik dan data kekerasan terhadap anak yang ada belum terintegrasi.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan saat ini bekerja sebagai komite menteri dalam penyusunan rancangan Peraturan Menteri (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Keagamaan (PPKSSP).
Kementerian Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan juga memantau implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.