Reporter Tribunnews.com Abdi Rayanda Shakti melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus pelecehan seksual yang dilakukan Direktur Universitas Pancasila terhadap dua pegawainya yang dilakukan Eddie Toth Hendratno memasuki babak baru.
Polda Metro Jaya kini telah meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.
Dengan eskalasi kasus, berarti polisi telah menemukan unsur tindak pidana dalam kasus tersebut setelah memeriksa para saksi.
Jumat (14/6/2024).
Adi mengatakan, saat ini pihaknya juga sudah memiliki unit kejiwaan di RS Polri Kramat JT, Jakarta Timur dan hasil otopsi para korban.
P3A tersebut antara lain dibarengi dengan pemeriksaan visum, visum, dan pemeriksaan ulang psikis terhadap korban, kemudian penyidik melanjutkan prosesnya dengan memeriksa saksi-saksi pada tahap pemeriksaan, ujarnya.
Ade mengatakan, saat ini pihaknya akan memeriksa lebih lanjut pelapor dan saksi pelapor pada tahap penyidikan.
Namun, dia tidak membeberkan tanggal pasti ujian tersebut.
“Sebuah insiden pelecehan kriminal telah dilaporkan. “Jadi setelah dilakukan investigasi menyeluruh atas kejadian yang dilaporkan, kasus pun diajukan dan kesimpulannya, oh, itu peristiwa pidana, jadi diselidiki lebih lanjut.”
Dalam hal ini POLDA METRO JAYA diberitahu oleh AD RZ pada tanggal 12 Januari 2024 dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Selanjutnya korban lainnya bernama DF diterima di Barescream Polry pada 29 Januari 2024 dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Barescream Polry. Namun laporan tersebut kini sudah dikirim ke Polda Metro Jaya.
Eddie Toth sejauh ini sudah dua kali diperiksa sebagai saksi pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024). Klaim kasus ini dipolitisasi
Rektor Universitas Pencasilla dulu, Eddie Toth Hendratno, menyebut laporan pelecehan seksual yang menimpa dirinya merupakan bentuk politisasi.
Hal itu diungkapkan pengacara ED Faisal Hafid di lantai Dritescream, Kamis (29/2/2024) usai melalui proses penyidikan kasus pelecehan seksual RFA terhadap korban di Metro Jaya.
Faisal menjelaskan, inisiatif politisasi yang dimaksud adalah pemberitaan terkait pemilihan kepala sekolah baru di kampus.
“Jelang pemilihan rektor pasti ada politisasi, seperti yang terjadi pada pilkada dan pilpres,” kata Faisal kepada wartawan di Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Selain itu, ia mengatakan, laporan polisi (LP) yang diajukan terhadap kliennya tidak akan dibuat jika tidak terjadi proses pemilihan Rektor.
Padahal, menurutnya, dia melihat kasus yang terjadi saat ini merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadap kliennya.
Sekaligus kami tegaskan bahwa apapun yang beredar adalah berita bohong dan merupakan pembunuhan karakter klien kami, tutupnya.