Laporan jurnalis Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus Covid-19 di Singapura cenderung meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Kasus meningkat dua kali lipat menjadi 25.900 pada tanggal 5-11 Mei, menurut data dari Kementerian Kesehatan Singapura (MOH). Akibat peningkatan jumlah pasien yang terinfeksi Covid-19, jumlah pasien yang mendapat perawatan di rumah sakit pun meningkat.
Terkait hal tersebut, ahli epidemiologi dan pemantau kesehatan Dickie Budiman memberikan tiga poin penting. Pertama, perubahan status epidemi menjadi endemi tidak membuat virus Covid-19 hilang.
“Virusnya belum hilang. Ada di sekitar kita. Tapi stabil atau levelnya rendah. Tapi yang namanya endemisitas bukan berarti kasusnya tidak meningkat. (Masih ada) gelombang,” kata Dickey. Di Tribunnews, Jumat (31/5/2024).
Namun, dia mengatakan peningkatan kasus tidak akan sedrastis varian delta karena sebagian besar penduduk dunia sudah kebal.
Kedua, virus Covid-19 terus bermutasi dan menembus tembok akibat vaksinasi. Sifat mutagenisitas Covid-19 diketahui semakin menurunkan efektivitas vaksinasi untuk mencegah infeksi.
Namun di sisi lain, kami tetap bersyukur vaksin masih efektif mencegah keparahan meski terjadi mutasi, sehingga melindungi masyarakat dari keparahan dan kematian, jelas Dickey.
Namun, menurut Dicky, status vaksin Covid-19 perlu terus diperbarui atau ditingkatkan, terutama bagi kelompok berisiko seperti lansia atau penderita penyakit penyerta.
“Mereka yang tidak divaksinasi atau tidak memperbarui vaksinasi, memiliki penyakit penyerta tambahan yang bisa berakibat fatal dan memerlukan pelayanan rumah sakit,” tegas Dickey.
Ketiga, intervensi kesehatan masyarakat adalah penting.
Intervensi kesehatan masyarakat yang dimaksud antara lain dengan 5M yang meliputi mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
“Seperti 5M, masih relevan dan penting dalam beberapa kasus, terutama dalam konteks ancaman peningkatan kasus infeksi seperti di Singapura,” tutupnya.