TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kardiomiopati merupakan salah satu penyakit jantung yang belum banyak diketahui orang. Pasalnya, kelainan pada otot jantung seringkali tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga banyak orang yang baru menyadari kondisi ini saat sudah berada pada stadium lanjut.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dengan sub spesialis, dr Leonardo Easter Suciadi menjelaskan, kardiomiopati berdampak signifikan terhadap kualitas hidup dan memerlukan perhatian medis intensif.
“Kasus kardiomiopati paling banyak terjadi pada usia muda, yang puncaknya pada usia 30-40 tahun,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Terdapat empat jenis kardiomiopati, yaitu kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik, kardiomiopati restriktif, dan kardiomiopati aritmogenik.
Kardiomiopati dilatasi adalah jenis kardiomiopati yang paling umum. Pada kondisi ini, otot jantung melemah sehingga dinding bilik jantung (ventrikel) menjadi tipis dan bilik jantung membesar.
Gejala umumnya meliputi sesak napas, kelelahan, dan bengkak di kaki atau perut.
Kemudian pada kardiomiopati hipertrofik, dinding jantung khususnya ventrikel kiri mengalami penebalan yang berlebihan dan tidak normal.
Hipertrofi otot jantung menyebabkan dinding bilik jantung mengeras dan kaku sehingga menyebabkan terganggunya relaksasi jantung, yang merupakan langkah penting bagi darah untuk mengisi bilik jantung sebelum dipompa ke seluruh tubuh.
Jenis kardiomiopati ini merupakan yang paling umum terjadi, yakni sekitar 1 dari 500 populasi sehat.
Penyebabnya hampir selalu mutasi genetik atau keturunan. Gejalanya bisa berupa nyeri dada, jantung berdebar, dan pusing.
Pada beberapa kasus, terutama pada usia muda, kelainan ini tidak menimbulkan keluhan dan terdeteksi secara kebetulan saat pemeriksaan kesehatan rutin seperti perekaman jantung (EKG) dan ekokardiografi.
Kardiomiopati hipertrofik merupakan penyebab paling umum terjadinya serangan jantung mendadak saat berolahraga di usia muda.
Kardiomiopati restriktif ditandai dengan perubahan struktur dinding bilik jantung, sehingga terjadi pengerasan otot jantung tanpa penebalan dinding.
Jenis kardiomiopati ini lebih jarang terjadi dibandingkan penyakit otot jantung lainnya.
Sedangkan kardiomiopati aritmogenik, kelainan yang secara khusus disebabkan oleh perubahan jaringan otot jantung normal menjadi jaringan fibrosa lemak.
Kondisi ini seringkali menyebabkan aritmia atau gangguan irama jantung yang fatal, jauh sebelum gejala gagal jantung muncul.
Hal ini berkaitan dengan frekuensi serangan jantung atau serangan jantung mendadak, biasanya terjadi pada pasien muda yang tampak sehat dan tidak memiliki gejala sebelumnya.
Lalu siapa saja yang mempunyai kemampuan terkena kardiomiopati. Dr Leonardo menjelaskan, ada beberapa kelompok yang lebih berisiko terkena kardiomiopati:
1. Riwayat keluarga: Risikonya lebih besar jika anggota keluarga menderita jenis kardiomiopati yang sama, penyakit jantung lain, atau serangan jantung mendadak di usia muda.
2. Genetik: Risiko meningkat bagi mereka yang mewarisi gen yang bermutasi. Pengujian genetik dapat mengungkap hal ini.
3. Riwayat infeksi atau peradangan jantung (miokarditis): paling sering disebabkan oleh virus tertentu. Seringkali ketika terinfeksi, gejalanya ringan, seperti pilek
4. Penyakit sistemik: penyakit autoimun atau jaringan ikat tertentu dapat meningkatkan risiko terjadinya kardiomiopati, terutama jenis dilatasi dan restriktif
5. Penyintas kanker: terutama mereka yang pernah atau sedang menjalani radioterapi, kemoterapi, atau imunoterapi tertentu yang mungkin bersifat racun bagi otot jantung.
Gejala umum kardiomiopati
Gejala kardiomiopati biasanya berbeda-beda tergantung jenis dan tingkat keparahan penyakitnya.
Gejala umum mungkin termasuk sesak napas, terutama saat beraktivitas fisik atau saat melahirkan.
Kemudian rasa lelah atau cepat lelah meski sudah beraktivitas ringan, bengkak terutama di bagian kaki, pergelangan kaki, dan perut akibat penumpukan cairan.
Merasakan nyeri dada, nyeri atau rasa tidak nyaman lainnya di dada yang dapat menjalar ke lengan, bahu atau leher, jantung berdebar, rasa detak jantung tidak teratur atau berdebar-debar atau mengeluh terutama saat berolahraga.
Untuk mendiagnosis kardiomiopati, dokter menggunakan beberapa metode pemeriksaan khusus serta pemeriksaan fisik, antara lain: elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, laboratorium darah, MRI jantung, tes genetik, dan biopsi jantung.
Ada cara mencegah kardiomiopati melalui pola makan sehat. Menurunkan berat badan, berolahraga secara teratur. Hindari alkohol dan rokok karena kedua kebiasaan ini dapat memperburuk kondisi jantung.