Kapasitas Naik Signifikan, Asosiasi Satelit Indonesia Ajak Bangun Kolaborasi di Ekosistem

Laporan jurnalis Tribunnews Khoirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapasitas satelit di Indonesia telah berkembang signifikan dan siap memenuhi kebutuhan berbagai sektor industri, mulai dari sektor perbankan, migas, pertambangan, kelautan, dan perkebunan, dengan layanan yang semakin berkembang seiring dengan upaya tersebut. Guna meningkatkan kapasitas satelit operator satelit.

Peningkatan kapasitas satelit juga didorong oleh perkembangan teknologi satelit seperti High Throughput Satellite (HTS) dan Non-Geostasioner (NGSO).

Berkembangnya variasi layanan satelit memungkinkan pengguna untuk memilih sesuai dengan preferensi dan kebutuhan industri.

Data Asosiasi Satelit Indonesia (ASS) menyebutkan pada tahun 2024, Telkomsat akan memiliki total kapasitas satelit GSO sebesar 45 Gbps (Satelit Merah Putih, HTS-113BT, Apstar-5D, Mysat-1) dan satelit NGSO sebesar 180 Gbps. kapasitas. (Tautan Bintang). ).

Kapasitas ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan banyak sektor, termasuk ISP, pemerintahan, perbankan dan bisnis, sekolah, rumah sakit, serta grosir hingga operator telekomunikasi lainnya.

Sementara itu, Pasifik Satelit Nusantara (PSN) melihat pasar broadband masih menjadi pasar yang menjanjikan bagi operator satelit.

Sebagai strategi memenuhi kebutuhan pasar, PSN menyediakan satelit GSO berkapasitas 165 Gbps (Nusantara-1 dan Satria-1) dan berencana meluncurkan satelit Nusantara-5 dengan kapasitas satelit 165 Gbps untuk memenuhi kebutuhan satelit. pasar di Indonesia. , Malaysia dan Filipina. Konferensi pers Konferensi Sistem Komunikasi Satelit Internasional Asia Pasifik atau APSAT 2024 ke-20 di Jakarta, Selasa, 4 Juni 2024.

Sejumlah operator satelit lainnya juga merencanakan beberapa terobosan, seperti meluncurkan layanan sistem NGSO mereka dan bersiap memasuki pasar perusahaan, pemerintahan, dan militer, termasuk menerapkan proses untuk berbagai kasus penggunaan seperti seluler. backhaul, sistem ERP, mobilitas dan tanggap darurat, maritim dan IoT.

Presiden ASSI, Angoro K Vidyawan, dalam wawancara dengan Tribunnews di sela-sela Konferensi Sistem Komunikasi Satelit Internasional Asia Pasifik atau APSAT 2024 ke-20 di Jakarta pada Selasa, 4 Juni 2024, mengatakan operator satelit dan industri terkait seperti sel saat ini sedang mengalami krisis. terus berjuang Menciptakan sinergi ekosistem industri satelit dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan dinamis.

Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai yang kemudian dapat ditawarkan sebagai layanan bisnis yang unik untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya di berbagai sektor industri.

“Kesadaran industri satelit terhadap penciptaan nilai sebenarnya sudah ada sejak lama, namun karena dulu karena margin usahanya selalu besar, maka mereka tidak serius menggarapnya,” kata Angoro.

Angora yang juga menjabat Direktur Pengembangan Telkomsat ini menambahkan, kebutuhan setiap sektor industri terhadap layanan satelit sangat berbeda-beda, bahkan bisa berbeda-beda.

“Pekerjaan penciptaan nilai antara lain dilakukan oleh industri satelit dengan pemilik teknologi untuk wilayah tertentu yang memerlukan coverage yang memadai. Misalnya di sektor perkebunan, kita bisa menerapkan agregasi point untuk kemudian didistribusikan ke wilayah perkebunan.” kata Angoro yang juga menjabat sebagai Direktur Pengembangan Telkomsat.

Di sektor maritim, Indonesia memiliki 17.000 pulau dan lokasi geografisnya yang unik menimbulkan tantangan terhadap jaringan tradisional berbasis darat. Oleh karena itu, komunikasi satelit akan menjadi solusi penting untuk menjamin konektivitas yang baik di wilayah maritim terpencil.

Namun layanan satelit di bidang maritim saat ini masih terkendala oleh banyak hal, yaitu tingginya biaya operasional dan kebutuhan peralatan yang dapat beradaptasi dengan wilayah maritim.

Oleh karena itu, semangat membantu pihak lain mencari solusi, baik dari segi penyesuaian teknologi maupun regulasi, dapat menjadi keberlangsungan rata-rata ekosistem bisnis satelit secara umum, ”ujarnya.

Ia juga menjelaskan, dalam penciptaan nilai, lapisan paling bawah adalah energi, lalu konektivitas, lalu di atasnya adalah cloud, lalu teknologi keamanan.

“Telkomsat telah memanfaatkan konektivitas satelitnya untuk meningkatkan keberlanjutan pusat data di daerah. Penciptaan nilai ini juga dapat tercipta melalui kolaborasi dengan pemain asing,” jelasnya.

Pada lapisan keamanan, terciptanya kekosongan kolaboratif juga dapat diciptakan oleh perusahaan untuk kebutuhan segmen usaha, dan juga dapat menjangkau segmen usaha kecil dan menengah atau UKM.

“Salah satu nilai unik dari layanan satelit adalah cakupan cakupannya. Jika suatu perusahaan ingin memperluas cakupan layanannya, maka perlu bermitra dengan industri satelit. Itu menjadi kekuatan bagi industri satelit,” jelasnya kepada Merinding.

Karena itu, pihaknya berupaya mendorong para pelaku industri satelit untuk tidak lagi terjebak pada aspek konektivitas saja, melainkan pada aspek nilai yang bisa didapat pelanggan, yang menurutnya melampaui konektivitas.

“Hal ini tidak membuat kita mudah panik ketika terjadi gangguan. Disrupsi terus terjadi seiring dengan perkembangan teknologi yang dinamis, begitu pula regulasi yang selalu muncul dan tidak selalu sejalan dengan keinginan para pelaku, misalnya saja datangnya satelit non-geostasioner. teknologi seperti Starlink.

“Di ruang teknologi ini, kita perlu melihat peluang di luar konektivitas, yaitu pengalaman pelanggan. Pelanggan di berbagai sektor membutuhkan nilai yang berbeda, misalnya pelanggan perbankan mengutamakan keandalan, keamanan, dll. Manajemen produksi dan tidak membutuhkan banyak bandwidth, “ucap Angoro.

Di sisi lain banyak kolaborasi. APAT 2024 kita hadirkan untuk melengkapi kesepahaman antar pelaku industri. Bahwa kita punya solusi lain seperti Satria 1 dan Merah Putih. 2. Kami juga bekerja sama dengan penyedia satelit frekuensi rendah.

Pasar yang kuat bagi industri satelit di Indonesia adalah sektor perbankan, minyak dan gas, kelautan, seluler/telepon, dan perkebunan. “Industri seluler juga merupakan pasar yang besar karena haus akan kapasitas,” ujarnya.

Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pada tahun 2024, kebutuhan kapasitas satelit di Asia Pasifik akan mencapai lebih dari 400 Gbps.

Sedangkan menurut NSR, kebutuhan kapasitas HTS untuk HTS GSO dan HTS NGSO pada tahun 2024 lebih dari 340 Gbps.

APSAT 2024 Jakarta akan diselenggarakan selama dua hari pada tanggal 4 dan 5 Juni 2024 di Hotel Fairmont dengan mengusung tema “A Synergistic Ecosystem in Value Creation”.

Acara internasional ini dihadiri oleh berbagai operator satelit dari berbagai negara yang akan berbagi pengalaman mengenai dinamika bisnis di negaranya dan dalam konteks yang lebih luas, yaitu konteks regional dan internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *