Reporter Tribune.com Esmoyo melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia bisa mencapai target ambisius pertumbuhan ekonomi sebesar 8% jika APBN memiliki anggaran negara yang mencukupi.
Dalam analisisnya, Ekonom senior Institute for Economic and Financial Development (Indef) Dr Drajad Wibow mengatakan, selain untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2025, serta calon presiden Pravo Subianto, diperlukan anggaran sebesar Rp3,905 triliun. APBN diperlukan pada tahun 2025
Drazad menilai besaran APBN pada APBN 2025 harus lebih besar dibandingkan APBN 2024 dan tahun-tahun sebelumnya karena target pertumbuhan fiskal juga lebih tinggi.
Untuk tahun 2026, anggaran APBN tahun 2026 diperkirakan mencapai Rp4,319 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp4,807 triliun pada APBN 2027, Rp5,390 triliun pada APBN 2028, dan Rp6,096 triliun pada APBN 2029, kata Drazad.
Dengan demikian, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% akan tercapai pada masa pemerintahan Pravo Subianto
Dradjad memperkirakan jika belanja negara bisa dilaksanakan sesuai rencana yang diusulkannya, perekonomian Indonesia bisa tumbuh sebesar 8,85%.
Belanja negara yang dimaksud dialokasikan untuk penanaman modal Investasi dasar seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan institusi
Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan jangka pendek yang tinggi dari investasi ini karena terdapat jeda waktu
Saya mengevaluasi beberapa cara berbeda untuk mencapai pertumbuhan tinggi. “Kemungkinan terbesar adalah stimulus Keynesian,” jelas Dradjad.
Ia mengatakan stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan permintaan agregat agar perekonomian lebih tumbuh atau tidak turun ketika kondisi memburuk.
Ia mengatakan ada tiga kemungkinan hal yang bisa mendasari kebijakan stimulus Keynesian
Yang pertama adalah kebijakan produktivitas tenaga kerja yang tepat untuk mengatasi kesenjangan produktivitas
Keberhasilan akan memaksimalkan dampak pertumbuhan jangka pendek dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan investasi kelembagaan Dan yang terakhir, hilirisasi dan modernisasi harus diprioritaskan dalam perubahan struktural
Drajad menjelaskan, rata-rata pertumbuhan Indonesia antara tahun 1961 hingga 2023 adalah 5,11%, dan hanya 5% yang tumbuh 8% atau lebih.
Secara spesifik, pada tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%) dan 1995 (8,22%).
Artinya perekonomian Indonesia berpeluang tumbuh minimal 8% dalam 63 tahun ke depan. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi memegang peranan besar, ujarnya.
“Investasi fundamental itu penting,” tambah Drazad Investasi utama adalah di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan institusi Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan jangka pendek yang tinggi dari investasi ini karena terdapat keterbelakangan
Saya mengevaluasi beberapa cara berbeda untuk mencapai pertumbuhan tinggi. “Kemungkinan terbesar adalah stimulus Keynesian,” kata Dradjad.
Stimulus ekonomi Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk meningkatkan permintaan agregat agar perekonomian lebih tumbuh atau tidak menyusut ketika kondisi menurun. Drazad menjelaskan, ada tiga kemungkinan hal yang bisa mendasari kebijakan stimulus Keynesian
Yang pertama adalah kebijakan produktivitas tenaga kerja yang tepat untuk mengatasi kesenjangan produktivitas
Keberhasilan akan memaksimalkan dampak pertumbuhan jangka pendek dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan investasi kelembagaan Dan yang terakhir, hilirisasi dan modernisasi harus diprioritaskan dalam perubahan struktural
‘Program APBN memang perlu dipilih dengan potensi pertumbuhan tertinggi.’ “Contoh dalam Asta Sita antara lain gizi gratis, swasembada energi dan pangan, perumahan, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi,” ujarnya.
“Pengeluaran di bidang pendidikan tidak terbatas pada sarana dan prasarana pengajaran. Namun untuk membangun jalan dan jembatan agar siswa di desa terpencil dapat dengan mudah bersekolah.
Memberikan pasar melalui APBN untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui teknologi informasi, pelatihan vokasi manufaktur dan jasa, standardisasi bagi generasi milenial dan generasi Z.
Dalam kesempatan itu Drad Pada juga menjelaskan dari mana uang tersebut berasal. Menurut dia, itu berasal dari penerimaan khusus negara.
“Cara ini saya coba saat memimpin salah satu unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan berhasil. Adoc bersifat jangka pendek Digitalisasi pajak dan cukai dalam jangka menengah Mulai dari PPN (pajak pertambahan nilai). “Nanti di lain kesempatan akan saya jelaskan lebih detail,” Drazad membenarkan.