TRIBUNNEWS.COM – Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengaku marah karena Proyek Anggaran Biaya (Tapera) menuai protes keras masyarakat.
Hal itu diungkapkannya usai rapat kerja (raker) dengan Komisi V DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/6/2024) kemarin.
“Karena kemarahan ini, saya rasa saya akan sangat sedih,” ujarnya seperti dilansir YouTube Kompas TV.
Kini, menurut Basuki, pemerintah punya rencana lain untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat melalui Program Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Angka tersebut juga di Dewan BP Tapera menunjukkan bahwa proyek ini telah menyalurkan dana yang mencapai Rp 105 triliun.
“Saat ini diketahui telah dibayarkan Rp 105 triliun dari APBN untuk FLPP, untuk pinjaman produk.”
“Untuk Tapera, mungkin dalam sepuluh tahun bisa terkumpul Rp50 triliun,” kata Basuki.
Ia menegaskan, proyek Tapera bukanlah proyek yang cepat.
Senada dengan hal tersebut, Basuki menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan beberapa pedoman Tapera sejak tahun 2016.
Ia bersama Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani melakukan uji kepercayaan dan hasil akhirnya menaikkan pemungutan pajak Tapera hingga 2027.
“Iya, itu kan dari UU tahun 2016. Lalu kami dan Menteri Keuangan yang pertama memerintahkan, ini soal kepercayaan.”
“Kalau saya pribadi, kalau belum siap, buat apa terburu-buru,” kata Basuki.
Ia pun sepakat penerapan Tapera harus melihat kesiapan masyarakat.
Jadi ketika DPR dan MPR ngotot menaikkan pajak Tapera, Basuki mengiyakan.
Jadi misalnya kalau ada permintaan, bahkan dari DPR, misalnya untuk keluar dari jabatan Ketua MPR, saya kira saya sudah menghubungi Menteri Keuangan, kami akan ikut, ujarnya.
Di sisi lain, dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, sistem Tapera mendapat kritik positif dari anggota DPR.
Salah satunya adalah Anggota Komite Ida V DPR PDIP, Irine Yusiana Roba Putri.
Ia mempertanyakan pengetahuan Basuki tentang Tapera saat ditanyai awak media.
Oleh karena itu, Irine menilai jawaban Basuki masih belum jelas.
“Saya melihat wawancara Pak Basuki di mana-mana, ketika Tapera bertanya, dia tidak berhenti menjawab,” kritik Irine kepada Basuki.
Selain itu, Irine juga mengkritisi pemerintah yang menyebut program Tapera merupakan bentuk bantuan bagi masyarakat yang mampu memberikannya kepada yang tidak mendapatkannya.
Dia mengatakan, dana tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah, bukan warga negara.
“Maaf pak, dana itu kewajiban pemerintah, bukan warga negara yang memberikan dana,” kata Irine. Banyak buruh yang berunjuk rasa di lokasi pacuan kuda, Jakarta Pusat, Rabu (6/6/2024). Banyak serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, Serikat Tani Indonesia (SPI), dan serikat perempuan PERCAYA yang menentang Pembiayaan Perumahan Rakyat (Tapera). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)
Proyek Tapera diketahui mendapat penolakan dari masyarakat setelah diterbitkannya Kebijakan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penerapan Full Housekeeping.
Dalam pasal 15 ayat 1 PP tersebut, besaran tabungan peserta Tapera ditetapkan sebesar tiga persen dari gaji atau gajinya.
Kebijakan ini berlaku bagi seluruh pegawai, baik pegawai pemerintah maupun pegawai tetap, serta pegawai swasta, dan pegawai khusus seperti pegawai tidak tetap.
Saat ini, pemotongan maksimal pada Bab 15 ayat 2 masih sah, yakni 2,5 persen bagi pekerja dan 0,5 persen bagi pengusaha.
Oleh karena itu, setiap karyawan harus memotong gajinya sebesar 2,5 persen untuk berkontribusi atau menabung.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Faktor lain yang terkait dengan Dana Utuh Rumah