TRIBUNNEWS.COM – Keberadaan putra bungsu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) Kaisang Pangarep kini menjadi misteri.
Eksistensi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) (Ketum) dipertanyakan setelah banyaknya tudingan berpuas diri yang menggandeng Kaesang.
Kaesang dikabarkan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (CAP) karena diduga nyaman menggunakan jet pribadi.
Kabar dugaan selingkuh Kaesang bermula saat istrinya Erina Gudono memposting foto jendela pesawat di media sosial.
Erina mengunggah pemandangan dari jendela pesawat pada 17 Agustus 2024.
Di sisi lain, beredar pula video Kaesang dan Erina keluar dari pesawat Gulfstream dengan nomor registrasi N588SE.
Kaesang masih bungkam hingga saat ini, bahkan para naga pun sudah melaporkan hilangnya Kaesang.
Namun terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli mengungkap Kaesang ada di Indonesia.
Komentar Raja Juli itu juga mengisyaratkan Kaesang tidak meninggal.
Bahkan ia menyebut Kaesang memimpin rapat koordinasi partai di DPP PSI di Jalan Wahid Hasim, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Mas Kaesang Pangarep akan berada di Jakarta pada pagi hari tanggal 28 Agustus 2024, kata Raja Juli, mengutip Kompas.com.
“Mas Kaesang memimpin rapat koordinasi finalisasi dukungan pilkada dan menandatangani dokumen usulan,” tambah Raja Juli.
Bahkan, kata dia, hampir setiap hari setelah tanggal 28 Agustus 2024, Kaesang selalu memiliki kantor DPP PSI.
“Kalau saya tidak ke luar kota, sore atau malam sepulang kerja, saya selalu bertemu dengan Mas Kaesang untuk membicarakan persiapan Pilkada 2024,” kata Raja Juli. Masalah pesawat pribadi Kaesang berpotensi sulit diselidiki
Menurut pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, sulit memverifikasi penggunaan jet pribadi Ketua PSI Kaesang dan istrinya Erina saat ini.
Sebab, terkait dengan situasi politik dimana ayahnya, Jokowi, menjabat sebagai Presiden RI saat ini.
“Dengan situasi politik saat ini, saya mengalami masa-masa sulit dalam dua bulan terakhir,” kata Biwitri saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (9/3/2024).
Sebab jika tidak mundur, Biwitri menyebut Jokowi bisa menggunakan kekuasaannya untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya.
Namun sesulit apapun hal tersebut, ia mendesak aparat penegak hukum untuk setidaknya melanjutkan penyelidikan tanpa memikirkan konsekuensinya.
Namun, kalau saya di posisi penting, kita mulai dari awal. Kalau ada dugaan pelanggaran hukum, maka aparat penegak hukum harus mulai mengusutnya, jelasnya.
“Pada akhirnya, apakah dia dipukuli atau tidak, harus ada penyelidikan akhir yang penting,” lanjut Bivitri.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Indonesia ini menegaskan, mantan presiden itu tidak kebal hukum.
“Tapi menurut saya presiden, apalagi mantan presiden, tidak kebal hukum. Kita baca di mana pun, mantan presiden tidak kebal hukum. Jadi kalau tuntutan ini nanti terbukti, siapa pun yang harus diberi sanksi,” tutupnya. . .
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Mario Christian Christian Sumampow) (Kompas.com/Rahel Narda Chaterine)