Laporan reporter Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menegaskan, pengembangan operasional digital, khususnya penggunaan Standar Respon Cepat Indonesia (QRIS), harus diperluas dan diperluas hingga ke pelosok-pelosok.
Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan IT Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Firlie H Ganinduto mengatakan masih ada beberapa catatan yang mengkhawatirkan, seperti fokusnya yang masih di Pulau Jawa.
Sementara di luar Pulau Jawa, meski pengguna QRIS mulai bertambah, namun masih banyak kendala yang dihadapi. Yang pertama terkait infrastruktur terkait komunikasi untuk mendukung pembayaran digital di seluruh negeri.
“Hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah terjangkau sinyal telepon seluler. Tapi dari segi kecepatan atau koneksi internet di seluruh wilayah, harusnya merata. QRIS butuh kecepatan internet yang bagus,” tambah Firlie di Jakarta, Rabu (4/9 2024. ) .
Yang kedua adalah soal pembelajaran. Menurutnya, perlu adanya peningkatan tingkat edukasi masyarakat mengenai QRIS. Firlie mengatakan, tingkat literasi melalui QRIS juga harus sesuai dengan tingkat literasi keuangan di Tanah Air yang sudah mencapai 90 persen.
Firlie mencontohkan, saat ke Wonosobo, penjual es cendol dawet masih lebih suka membayar uang. Karena membeli barang lain jadi mudah dengan uang tunai di Pasar Wonosobo.
Artinya, pembelajaran warga harus ditingkatkan untuk menciptakan ekosistem non-tunai dengan menggunakan QRIS, jelas Firlie.
Firlie berharap pemerintah daerah bekerja sama dengan Fintech untuk memberdayakan masyarakat belajar tentang QRIS. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan keamanan seputar pembayaran digital.
“Ini bukan hanya tanggung jawab BSSN atau Kominfo saja. Namun penyedia dan pengguna layanan pembayaran QRIS juga harus memastikan keamanan siber dalam transaksi QRIS,” kata Firlie.