Kabinet Israel Retak, Menhan Gallant Desak Periksa PM Benjamin Netanyahu: Gagal Urus Perang

Laporan jurnalis Tribunnews.com Namira Yunia

TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Perang panjang Israel melawan Hamas dan kini berkembangnya kelompok oposisi Islam di Lebanon telah memecah belah kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Para menteri kabinet Netanyahu tidak senang dengan kepemimpinan Netanyahu, yang dianggap tidak mampu mengendalikan perang.

Menteri Pertahanan Yov Galant mendesak pemerintah pusat Israel untuk segera membentuk komisi penyelidikan untuk menyelidiki kegagalan Benjamin Netanyahu memimpin perang setelah serangan 7 Oktober.

Dalam pidatonya di acara wisuda petugas IDF, Galant meminta untuk tidak menunda penyelidikan dan segera melakukan penyelidikan penuh.

Laporan ini juga mencakup serangkaian ulasan mengenai peristiwa, pertempuran dan tindakan pasukan keamanan yang terjadi ketika serangan Hamas dimulai pada tanggal 7 Oktober.

“(Investigasi pemerintah) harus obyektif, harus menyelidiki kita semua, pengambil keputusan dan pelaksana, pemerintah, militer dan badan intelijen,” kata Gallant pada hari Jumat, menurut Reuters. 2024).

“Mereka harus mempertanyakan saya sebagai menteri pertahanan dan juga sebagai perdana menteri,” tambahnya.

Mengingat semakin besarnya kekuatan dan kemampuan Hamas selama dekade terakhir, Gallant mengatakan penyelidikan nasional yang independen diperlukan untuk memeriksa tindakan semua pihak yang berkuasa, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Sebelum dimulainya perang, Galant telah memutuskan hubungan dengan Netanyahu karena dia memprotes kebijakan reformasi peradilannya. Tak lama kemudian, Netanyahu memecat Yoav Galant sebagai menteri pertahanan Israel.

“Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah memutuskan untuk memberhentikan Menteri Pertahanan Yoav Galant,” Kantor Perdana Menteri Israel mengumumkan pada akhir Maret.

Netanyahu akan mengesampingkan semua pertimbangan lain dan melakukan segala yang dia bisa untuk mencapai solusi. Sayangnya, jutaan warga Israel menentang keputusan Netanyahu.

Di Israel, puluhan ribu demonstran baru-baru ini turun ke jalan untuk memprotes rencana perombakan sistem peradilan.

Situasi yang semakin memanas telah membuat khawatir komunitas bisnis dan menciptakan keretakan dalam koalisi sayap kanan Netanyahu. Penyelidikan pun dilakukan hingga selesai.

Menurut The Times of Israel, para penyelidik menemukan bahwa meskipun kelompok keamanan setempat memberikan informasi tentang pertempuran yang dimulai pada pagi hari, tentara mengalami kesulitan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang terjadi di kota Biri hingga sore hari.

Investigasi menemukan bahwa aparat keamanan tidak memberikan peringatan yang memadai kepada warga Bera dan pertarungan tidak terkoordinasi dengan baik. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Amir Cohen/AFP/Aljazeera)

Investigasi juga telah diluncurkan atas insiden ketika teroris membakar sebuah rumah di mana sekitar 15 orang disandera.

Meskipun ada kritik bahwa insiden tersebut merupakan ancaman bagi masyarakat, tentara mengatakan keputusan untuk mengepung rumah tersebut diambil setelah para teroris mendengar suara tembakan dan mengancam akan membunuh diri mereka sendiri dan para sandera. Netanyahu dan kawan-kawan membawa kehancuran, kata mantan Israel

Sekitar 30 jenderal penting Israel mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mendesak kesepakatan gencatan senjata segera dengan Hamas.

Daftar jenderal yang mendorong persetujuan gencatan senjata di Gaza termasuk panglima militer Letjen Herzey Halevi, panglima angkatan darat, angkatan udara dan angkatan laut serta kepala intelijen militer. Staf Umum Israel Letjen Herzi Halevi telah mengungkapkan rencana serangan mematikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di sisi utara Hizbullah di Lebanon. (Zaman Israel/Flash 90)

Menurut New York Times, seruan gencatan senjata sengaja digagas oleh para jenderal penting Israel agar negara Zionis bisa lebih fokus mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan perang dengan Hizbullah di Lebanon.

Keadaan tentara Israel yang saat ini berada di medan perang sedang menghadapi krisis akibat kurangnya suku cadang kendaraan militer, termasuk tank dan buldoser.

Tentara Israel juga menghadapi krisis tenaga kerja di medan perang setelah banyak tentara memutuskan mundur dari perang tanpa akhir karena kelelahan.

Para pejabat Israel yakin gencatan senjata adalah cara terbaik untuk membebaskan para sandera Israel.

Namun Netanyahu dengan tegas menolak gagasan memulai gencatan senjata di Gaza selama Hamas masih berkuasa.

Hal ini membuat marah para jenderal Israel hingga mereka bersatu dalam kecaman mereka, dan menyebut para pemimpin tertinggi Israel bertanggung jawab membawa bencana bagi jutaan warga Israel.

Sejumlah perwira tinggi Pasukan Pendudukan Israel (IOF) telah mengusulkan pengunduran diri massal.

Hal ini diikuti dengan pengunduran diri Letnan Richard Hecht, perwakilan internasional tentara pendudukan Israel.

Beberapa tokoh penting yang tergabung dalam militer Laksamana Muda Daniel Hagari pun mengundurkan diri.

Meskipun kepergian para ketua kabinet perang tidak akan menggulingkan koalisi yang berkuasa, Partai Reaksi Israel yang berhaluan tengah hanya memiliki enam kursi di Knesset (parlemen).

Namun langkah ini berpotensi menimbulkan kejutan di seluruh lanskap politik negara Yahudi tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *