Jurnalis Tribunnews.com Igman Ibrahim melaporkan
TRIBUNNEWS. ).
Jusuf Hamka, selain mundur dari kader Golkar, juga memutuskan tidak ikut serta dalam Pilkada 2024.
“Saya nggak mau lanjut di Jakarta dan Jawa Barat (malah mau ke Pilkada), saya nggak mau lanjut sampai ke ujung langit. Saya mau jadi warga biasa. Kuat. Mohon maaf ya.” melihat perdebatan politik yang penuh kekerasan dan kekerasan,” katanya.
Pada Senin (12/8/2024), Jusuf Hamka akan menyerahkan surat pengunduran diri dari kontestan Pilkada dan Kader Golkar.
Ia mengirimkan surat pengunduran dirinya kepada Sekretaris Jenderal TNI Angkatan Darat, Lodewik F. Paulus.
“Besok suratnya akan dikirim ke Sekretaris Utama. Ya, saya akan ke Sekretaris. Saya belum tahu. Saya akan konfirmasi ke Sekretaris Utama,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Babah Alun ini juga membeberkan alasannya keluar dari Golkar.
Ia mengaku kecewa melihat nasib Airlangga.
Ia mengaku tidak bisa hidup di tengah politik yang keras dan penuh kekerasan.
“Bagi saya, saya terbiasa bekerja dengan tenang dan berempati pada orang dan persahabatan. Tentu saja saya menghargai persahabatan, kesetiaan, persahabatan. Jika saya tidak melihatnya, saya akan berhenti dari pekerjaan saya,” ujarnya.
Golkar diketahui menginstruksikan Jusuf Hamk mencalonkan diri sebagai Wali Kota atau Gubernur Jakarta.
Namun pedoman calon Wakil Wali Kota Jabar 2024 diubah.
Diakui Babah Alun, selain karena situasi politik, keluarganya terpaksa keluar dari bursa calon daerah.
“Memang benar, keluarga saya dari awal tidak setuju saya terjun ke dunia politik. Kemarin, bahkan ketika saya dicalonkan, mereka bilang tidak perlu ikut politik.”
Babah Alun pun membeberkan alasan lain ia mundur dari tim Golkar karena akan segera bercerai.
Keluarganya memintanya untuk membangun masjid di Indonesia.
“Anak-anakku, bangunlah seribu masjid di seluruh provinsi, katanya setidaknya ada 38 provinsi yang memiliki masjid Baba Alun. Maka dari itu pihak keluarga menyarankan, jika kamu masih lajang, sebaiknya kamu menjadi pekerja sosial sesuai dengan cita-citamu.” .
Airlangga pun menilai Hartarto adalah orang yang berbuat salah dan harus mundur sebagai Ketum Golkar.
Ia pun khawatir kejadian tersebut menimpa dirinya sebagai kader Golkar.
Saya lihat Pak Airlangga dianiaya. Saya takut salah dalam berpolitik. Saya lihat Pak Airlangga memimpin partai politik yang kasar dan keras, jadi saya takut gagal. dan metode yang sulit adalah tempat saya bekerja.
Namun Jusuf Hamka enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai makna peristiwa mengerikan dan kekerasan yang dialami Airlangga tersebut.
Kejadian ini tentu mengecewakan kancah politik di negaranya.
“Saya hanya bisa memberi kesan kepada saudara-saudara bahwa politik itu keras dan keras. Itu keras dan kejam, jadi ketika saya melihat peluang Airlangga mundur, saya mengumumkan bahwa saya akan keluar dari partai politik mana pun, saya tidak akan terjun ke dunia politik. Saya ingin bebas, saya akan bersama pekerja sosial.” Hal ini berlaku bagi seluruh warga, tidak hanya warga Jakarta atau Jawa Barat saja. “Saya ingin ini menjadi milik seluruh warga nusantara,” ujarnya.