Reporter Tribunnews.com Lita Febriani melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Riset dan kolaborasi baru Industri Kecerdasan Buatan (KORIKA) mengungkap faktor utama pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 8 persen pada pembentukan Sumber Daya Manusia atau SDM.
Peningkatan kualitas talenta digital dapat mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
“Bagaimana kita bisa melatih orang-orang atau talenta digital ini untuk kecepatan. Misalnya di Indonesia belum ada sistem pelatihan AI. Ini baru bulan September Binus memulai sistem pelatihan untuk AI. Lalu orang-orang ini tidak punya pengetahuan tentang data. AI tidak punya data. “Itu bohong. Ini tujuan utamanya,” kata Sekretaris Hubungan KORIKA Sri Safitri dalam diskusi pengembangan Ekonomi Digital untuk pertumbuhan 8 persen di Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Langkah kedua adalah kebijakan dan peraturan yang pro-bisnis digital untuk melindungi pengguna dari kejahatan dunia maya.
Safitri menilai meski sudah ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP), namun undang-undang tersebut tidak sesuai dengan prinsip yang telah ditetapkan.
“Meski sudah ada kebijakan PDP, namun saat ini belum ada proses produksi. Bagaimana pertukaran data antar departemen perlu diselesaikan,” ujarnya.
Ia menambahkan, Indonesia harus belajar dari Estonia yang sedang memperbaiki sistem pertukaran data antara perusahaan dan perusahaan.
“Estonia sudah membuat framework yang mengatur pertukaran data antar departemen dan antar organisasi. Sekarang kita belum punya sistem data, bagaimana mahasiswa atau startup bisa menggunakan data untuk melakukan penelitian tentang AI,” kata Safitri.
Selain itu, perlu adanya insentif bagi investor agar Indonesia dapat bersaing dan menarik investasi baru dalam pengembangan Artificial Intelligence (AI) di dalam negeri.
“Dari Johor Baru kita sulit bersaing, karena pemerintah Malaysia memberikan insentif bebas bea masuk GPU (Graphics Processing Unit) dan komponen lainnya untuk masuk ke Malaysia. Jadi, seperti Google, Microsoft ingin membangun sebuah pusat data di Malaysia, bukan di Indonesia.
Jika Indonesia bisa mengubah berbagai kebijakan untuk menarik investasi, maka Indonesia bisa menjadi pemain penting di kawasan ini, karena potensi kawasan ini sebesar 453 triliun pada tahun 2025.
“Kita bukan penonton dan pemain utama di industri digital ini. Oleh karena itu, menurut saya pelajaran terbesarnya adalah mengembangkan talenta-talenta digital, yang tidak bisa dilakukan oleh negara berkembang. Oleh karena itu, waktunya singkat tetapi ini harus segera melahirkan orang-orang tersebut. uang demokrasi, kalau orang-orang ini dibeli dengan cara yang benar, mereka tidak bisa membawa Indonesia ke bisnis 8 persen,” kata Safitri.