TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) Kamis (11/7) pekan lalu juga diwarnai kekerasan setelah ditutup Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Awalnya terjadi kekacauan karena para jurnalis berteriak-teriak meliput saat SYL hadir di pengadilan.
Tekanan ini menyebabkan putusnya pembatas antara terdakwa dan tamu sidang.
Di sisi lain, keluarga dan pendukung SYL juga ingin bertemu SYL dan menunjukkan bahwa mereka ingin melindunginya dari massa pers.
Aksi dorong-dorongan terjadi di luar lapangan.
SYL terpaksa dibawa kembali ke pengadilan.
Menanggapi situasi tersebut, wawancara tim pers dengan SYL sempat dilakukan di persidangan singkat oleh salah satu jaksa KPK, Meyer Simanjuntak, hingga hanya berdurasi 5 menit.
Namun saat SYL berpidato di pengadilan, beberapa pendukung SYL terus adu mulut dengan salah satu wartawan televisi di luar pengadilan.
Bodhiya Vimala, juru kamera Kompas TV yang terkena dampak kekerasan tersebut, angkat bicara tentang asal muasal kekerasan tersebut.
Awalnya pendukung SYL datang dalam jumlah besar sejak dini hari.
Saat itu, awak media hendak mengambil foto SYL keluar lapangan, namun massa menghalangi pintu lapangan.
“Seperti biasa, kami orang-orang di TV memblokirnya, tapi diblokir oleh banyak organisasi, tapi kami juga meminta bantuan banyak organisasi untuk mempersiapkan jalan agar SYL bisa terlihat,” kata Bodhiya.
“Saat itu lapangan sudah penuh dan mereka masuk dan menutup pintu keluar lalu mengikuti yang lain. Supaya kalau SYL keluar, kita semua punya ide,” ujarnya.
“Tetapi ketika SYL keluar, mereka cepat-cepat menyerbu, mendorong, dan akhirnya menimbulkan kekerasan. Banyak yang terbunuh dan beberapa teman TV juga ikut terkena dampak pemberitaan media,” jelasnya.
Bodhiya mengaku terjatuh saat melindungi alat kerjanya di lingkungan yang semrawut.
“Awalnya saya teriak. Saya teriak ‘korupsi’. Lalu sekelompok orang mendatangi saya dan mencoba memukul dan memukulinya,” jelasnya.
Berdasarkan apa yang dilihatnya, pelaku diduga berjumlah tiga orang.
Namun, dia beruntung tidak mengalami cedera serius.
“Tidak, karena saat saya pukul dan tendang saya mengelak, hanya memukul saya sedikit, saya tidak terluka,” ujarnya.
Usai pengeroyokan, Bodhiya Vimala kemudian melapor ke polisi di Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut diterima dan didaftarkan dengan nomor LP/B/3926/VII/2024/SPKT Polda Metro Jaya tanggal 11 Juli 2024.
SYL sendiri meminta maaf atas kelakuan pendukungnya kepada awak media.
“Saya minta maaf kalau terjadi hal seperti ini, tidak ada niatan seperti itu. Saya di tempat bapak-bapak, sebagai kakak, saya minta maaf kepada teman-teman pers,” kata SYL di persidangan, Kamis (11/7). . ).
Di sisi lain, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan sejumlah pendukung SYL terhadap jurnalis Kompas TV dan sejumlah jurnalis lainnya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Kami mengutuk, kami mengutuk kekerasan yang dilakukan terhadap jurnalis yang membahas masalah SYL hari ini,” kata CEO IJTI Henrik Kurniawan dalam keterangannya.
Menurut Henrik, aksi kekerasan tersebut merupakan bagian dari ancaman terhadap jurnalis dan ancaman terhadap kebebasan pers. Henrik kemudian meminta penulisnya dibawa ke pengadilan dan dibuka kasus pidana yang mengganggu kerja jurnalisme.
Untuk itu IJTI mengimbau aparat mengusut tuntas pelaku kekerasan ini dan harus dihentikan agar tidak terjadi lagi di kemudian hari, ujarnya (jaringan tribun/). fhm/abd/dod)