TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perokok langsung terus meningkat di Indonesia. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah perokok saat ini diperkirakan mencapai 70 juta jiwa. Di antara 70 juta perokok aktif, 7,4% berusia antara 10 dan 18 tahun.
Kita tahu bahwa kelompok yang jumlah perokoknya paling banyak meningkat adalah anak-anak dan remaja. Menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019, tingkat merokok di kalangan siswa sekolah dasar berusia 13 hingga 15 tahun meningkat dari 18,3% pada tahun 2016 menjadi 19,2% pada tahun 2019.
Sedangkan menurut data SKI 2023, perokok berusia 15 hingga 19 tahun merupakan kelompok terbesar (56,5%), disusul perokok berusia 10 hingga 14 tahun (18,4%). Mengomentari permasalahan tersebut, ahli epidemiologi dan pakar kesehatan global Dicky Budiman mengatakan, meningkatnya jumlah perokok aktif, terutama anak-anak dan remaja, di Indonesia menjadi permasalahan tersendiri. Ada beberapa penyebab meningkatnya perokok langsung, kata Dicky.
Pertama, masih adanya normalisasi merokok. Merokok masih dianggap normal dan dapat diterima secara sosial di banyak masyarakat, termasuk Indonesia, kata Dicky dalam keterangannya, Senin, 6 Maret 2024.
Menurut Dicky, hal ini merupakan salah satu tantangan terbesar dalam mengubah perilaku merokok. Kedua, industri tembakau masih kuat dan sering melakukan lobi untuk mencegah peraturan yang lebih ketat, menurut Dicky.
Selain itu, industri tembakau masih menggunakan iklan yang menarik perhatian anak-anak dan remaja. Ketiga, kurangnya pendidikan dan kesadaran.
Banyak orang tidak sepenuhnya menyadari risiko merokok, vaping, atau rokok elektrik. Kurangnya pendidikan dan informasi yang akurat membuat masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, rentan terhadap dampak negatif tembakau.
Keempat, produk tembakau mudah diakses. Produk tembakau masih mudah diakses, termasuk oleh anak-anak dan remaja. Produk ini dapat dengan mudah lepas kendali jika penjualan tidak dipantau dengan baik.
Kelima, pengaruh media dan periklanan. Hingga saat ini, iklan rokok masih tersebar luas. “Hal ini berdampak besar terhadap anak-anak dan remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung,” jelas Dickey.
Menurut Dicky, di antara tantangan-tantangan di atas, penting untuk melakukan upaya preventif. Hal ini termasuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya merokok dan vaping melalui kampanye edukasi yang efektif.
Kami menggunakan media massa, jejaring sosial, dan aktivitas komunitas untuk menyebarkan informasi ilmiah yang akurat. Sementara dari sisi regulasi dan kebijakan, pemerintah harus menegakkan aturan ketat terhadap penjualan dan penggunaan produk tembakau dan vaping.
Hal ini mencakup pembatasan iklan, kenaikan pajak, dan peringatan kesehatan yang jelas pada kemasan rokok. Selain itu, pemerintah juga dapat membuat program berhenti merokok.
Ini termasuk konseling, terapi penggantian nikotin, dan pengobatan untuk membantu mengurangi ketergantungan nikotin.
Pemerintah juga dapat menciptakan lingkungan bebas rokok. Ciptakan lebih banyak ruang publik bebas rokok dan vaping untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok pasif.
Dan menciptakan lingkungan yang mendorong kebiasaan gaya hidup sehat. “Terakhir, promosikan program pencegahan tembakau di sekolah dan masyarakat kepada anak-anak dan remaja sehingga mereka memahami risiko merokok dan mencegah mereka untuk mulai merokok.” .