TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, Selasa (3/7/2024) mengatakan industri kesehatan menggelar pertemuan di Istana untuk membahas insentif pajak. Isu-isu lain, termasuk bea masuk 200 persen untuk beberapa negara produsen, tidak dibahas.
Hal ini disampaikan Febri untuk mengklarifikasi pemberitaan yang merujuk pada pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita tentang bea masuk 200 persen.
Ada beberapa hal yang ingin disampaikan Febry. Pertama, menurutnya ekosistem kesehatan Indonesia, termasuk industri kesehatan, dibahas lengkap dalam rapat internal, dan tidak ada isu lain yang dibahas.
Kedua, Menperin menjawab pertanyaan wartawan mengenai isi pertemuan. Soal rencana pengenaan bea masuk 200 persen terhadap produk impor, Menperin tak menjawab pertanyaan tersebut.
Sementara untuk laporan yang disampaikan kementerian dan lembaga dalam dua pekan ke depan, merupakan arahan Presiden untuk menindaklanjuti hasil rapat internal mengenai pelonggaran fiskal bidang kesehatan. “Kami tidak membicarakan rencana penerapan bea masuk 200 persen terhadap barang impor.
Febri juga memaparkan hasil rapat mengenai insentif pajak bagi industri alat kesehatan. Menurut dia, Presiden memberi waktu dua minggu kepada para menteri untuk menyampaikan laporan lengkap, termasuk kemungkinan penggunaan alat larangan dan pembatasan (lartas). Tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Selain itu, arahan Presiden ke depan, setelah diterapkannya kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri kesehatan nasional, pelayanan publik di bidang kesehatan bisa lebih murah dan berkualitas. Presiden juga mengarahkan agar seluruh regulasi mengarah pada kemandirian sektor kesehatan dan industri untuk menarik investasi di sektor tersebut.
“Pada gilirannya, penyediaan obat-obatan dan alat kesehatan dapat dilakukan oleh industri lokal.
Menurutnya, perbaikan ekosistem industri farmasi dan alat kesehatan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan layanan kesehatan yang berkualitas. Pasalnya, masyarakat sangat membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau. Hal ini juga sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas dan daya saing kedua sektor industri tersebut di tingkat nasional.
Saat ini industri farmasi masih sangat bergantung pada bahan baku impor. “Dalam pertemuan tersebut, Menteri Perindustrian menyampaikan sejumlah usulan politik yang sebaiknya dilaksanakan untuk meningkatkan investasi di industri farmasi,” jelas Febri.
Pertama, impor bahan baku obat tidak tunduk pada peraturan persetujuan teknis (pertek). Hal ini untuk memudahkan industri farmasi nasional mendapatkan bahan baku. Pertek sebaiknya diterapkan pada obat yang didatangkan dari luar negeri.
Kedua, mengusulkan rezim bea masuk yang didukung negara (BMDTP) terhadap bahan baku obat yang tidak dapat diproduksi di Indonesia, serta menghapuskan PPN atas bahan baku obat dalam negeri.
Sedangkan yang ketiga meminta agar dapat memperoleh insentif pajak untuk pengembangan industri farmasi dan industri alat kesehatan, karena saat ini belum ada industri di kedua sektor tersebut yang mendapatkan fasilitas tersebut.