Jokowi Teken PP Kesehatan: Larang Jual Rokok Eceran hingga Larang Iklan Makanan Olahan Gula Tinggi

TRIBUNNEWS.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.

Dalam keterangan di situs Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, terbitnya PP ini akan memperkuat upaya pemerintah membangun kembali sistem kesehatan yang kuat di Indonesia.

Budi mengatakan pada Senin (29/7/2024): “Kami menyambut baik dikeluarkannya perintah ini, yang merupakan upaya bersama untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem kesehatan di pelosok Tanah Air.”

Ada beberapa hal yang diatur dalam PP tersebut, seperti larangan penjualan tembakau dan larangan promosi makanan yang banyak mengandung gula. Berikut penjelasannya. Larangan penjualan tembakau

Salah satu item dalam PP tersebut adalah larangan penjualan rokok kepada warga.

Namun penjualan cerutu dan rokok elektrik diperbolehkan.

Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 434 Ayat 1 Ayat c:

Pasal 434

(1) Dilarang menjual Hasil Tembakau dan Rokok Elektronik kepada siapapun: a. Gunakan mesin swalayan; B. kepada siapa pun yang berusia di bawah 21 (dua puluh satu) tahun dan wanita hamil; satuan eceran untuk setiap obat, kecuali hasil tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik;

Tak hanya mengatur penjualan, ada ketentuan yang melarang pedagang menempatkan rokok atau produk tembakau lainnya di area yang sering dikunjungi warga.

Selain itu, pedagang dilarang menjual tembakau dalam radius 200 meter dari blok pendidikan dan taman bermain anak.

Kedua aturan tersebut di atas ayat d dan e ayat 1 Pasal 434. Larangan mengiklankan pangan olahan dengan kadar gula tinggi

Melalui PP ini, pemerintah juga melarang promosi pangan olahan yang melebihi batas maksimal gula, garam, dan lemak.

Penerapan aturan ini akan meningkatkan upaya pemerintah untuk membatasi jumlah gula, garam, dan lemak dalam makanan olahan dan makanan olahan.

Pemerintah tidak hanya melarang promosi tetapi juga promosi dan dukungan terhadap makanan yang diproduksi pada acara yang melebihi batas gula, garam, dan lemak.

“Menetapkan ketentuan yang melarang periklanan, promosi, dan promosi makanan olahan, termasuk makanan siap saji,” kata Pasal 200(b) Peraturan Kesehatan.

Peraturan ini mewajibkan setiap orang atau badan usaha yang memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan pangan olahan untuk memberi label pada isinya.

Jika menolak, perusahaan akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, sanksi administratif, dan yang terpenting, pencabutan izin kerja.

Tak hanya mengatur periklanan, pemerintah juga berwenang mengenakan tarif cukai terhadap produk pangan olahan, termasuk fast food atau convenience food.

Aturan ini diatur dalam ayat 4 Pasal 194 Peraturan Kesehatan:

“Pemerintah pusat dapat memutuskan untuk menerapkan tarif cukai terhadap produk pangan tertentu yang diproduksi menurut ketentuan yang diatur dalam undang-undang.”

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *