JK Sebut Petinggi BUMN Tak Boleh Dihukum Hanya karena Merugi: Kalau Rugi Harus Dihukum, Ini Bahaya

Laporan dari reporter Tribun Newscom Ashri Fadila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) Jusuf Kala, mantan General Manager Pertamina Karen Agustian mengaku resah dengan alasan di balik tudingan tersebut.

Aib itu diungkapkan JK saat bersaksi di Pengadilan Kriminal Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2024) dalam kasus korupsi pengadaan proyek LNG.

“Karena pembicara ini telah dituduh di sini, tahu?” tanya Hakim JK.

“Saya bingung kenapa dituduh. Saya bingung karena dia sedang melakukan tugasnya,” jawab JK.

Diakui JK, tugas Karen sebagai Presiden Eksekutif Pertamina berdasarkan instruksi Presiden dan Wakil Presiden, khususnya Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2006.

Arahannya adalah mencapai cadangan energi negara sebesar 30 persen.

“Itulah yang kucari. Ada tips?” tanya Hakim JK.

“Mari kita capai minimal 30 persen. Saya ikut membicarakan masalah ini karena saat itu saya masih di pemerintahan,” jawab JK.

Menurut JK, tidak boleh ada bos perusahaan BUMN yang dihukum hanya karena meninggal dunia.

Sebab keuntungan dan kerugian merupakan akibat dari kebijakan dan praktik bisnis yang dibuat.

“Kalau semua perusahaan pailit dihukum, harusnya seluruh BUMN Karya dihukum, ini buruk,” kata J.K.

Pidato JK itu pun langsung disambut tepuk tangan pengunjung halaman utama Pengadilan Negeri Jakarta.

Namun juri menghentikan tepuk tangan tersebut karena dianggap menghina pengadilan.

“Tidak ada tepuk tangan di sini, karena kami tidak menonton di sini. Kami mendengarkan beritanya di sini. Mohon untuk tidak bertepuk tangan selama persidangan,” kata hakim.

Sekadar informasi, dalam kasus ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Karen melakukan korupsi terkait program pengadaan LNG Pertamina tahun 2011-2021. 

Jaksa mengatakan tindakan Karen merugikan pemerintah sebesar $113,8 juta, atau $1,77 triliun.

Menurutnya, kejahatan terhadap Karen dan SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014, Ni Andiani dan Direktur PT Pertamina Gas 2012-2014 Harry Cariugliarto Rp 1,09 miliar dan 104,01 USD membuatnya kaya raya.   

Menurut jaksa, PT Pertamina membeli LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada periode 2011-2021.

Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis dari Direksi PT Pertamina dan persetujuan General Managers’ Association (RUPS). 

Meski belum mendapat tanggapan dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS, Yeni mewakili Pertamina dalam penandatanganan Perjanjian Jual Beli LNG dengan Copus Christu Liquefaction. 

Harry Cariugliarto menandatangani pembelian LNG Tahap Kedua, yang tidak didukung dengan persetujuan Direksi PT Pertamina, dan tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Seleksi dan persetujuan RUPS PT Pertamina. 

Selain itu, pembelian tersebut dilakukan tanpa pembeli LNG yang terikat kontrak. 

Dalam kasus ini, Karen didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah pada tahun 2001 dan Pasal 18 Perubahan Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengenai pasal 64 ayat (1) hukum pidana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *