Laporan reporter Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mantan Ketua Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie menilai jika kasus Anwar Usman digugat akan mempermalukan Mahkamah Konstitusi Jakarta. (PTUN).
Hal itu disampaikan Jimly saat menjadi pembicara dalam website hukum tata negara bertajuk ‘Etika Peradilan dan Etika Konstitusi’, yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jumat (12/7/2024).
Diketahui, Pak Jimly Asshiddiqie merupakan Ketua MKMK yang memberikan putusan pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi karena melanggar undang-undang terkait pemaparan perkara presiden dan wakil presiden 2024. di MK. .
Jimly mengawali penjelasannya bahwa terkadang ada kasus pelanggaran hukum dan hukum yang tidak konsisten.
“Ada hukum besinya, bahwa segala sesuatu yang melanggar hukum bisa saja merupakan pelanggaran hukum. Namun, pelanggaran terhadap hukum tidak selalu merupakan pelanggaran hukum. Yang kita lihat sebagai pelanggaran hukum., yaitu bukan pelanggaran hukum,” kata Jimly, dikutip dari laman YouTube MKRI, Jumat.
Jimly lantas mencontohkan ucapannya terhadap perkara yang diajukan Hakim Konstitusi Anwar Usman di PTUN Jakarta tentang pemberhentian dirinya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi berdasarkan hasil perkara MKMK.
Menurut Jimly, kasus kakak iparnya Presiden Jokowi sebagai hakim Mahkamah Konstitusi di PTUN adalah salah. Begitu pula jika PTUN Jakarta mengeluarkan perkara di kemudian hari.
Sebab, kata Jimly, keputusan pemberhentian Anwar Usman diambil oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang merupakan pengadilan etik. Saat ini PTUN Jakarta merupakan peradilan perdata.
“Kalau pengadilan moral (MKMK) memutuskan ‘orang ini melanggar hukum’. Bagaimana mereka bisa dibawa ke pengadilan pemerintah sebagai pengadilan, mereka akan mempertimbangkan apakah ada pelanggaran hukum. PTUN’s) Jadi dia harus N.O, dia “Saya tidak bisa menilai kasus Anwar Usman,” kata Ketua MK.
PTUN Jakarta juga dinilai tidak bisa mengeksekusi adik ipar Presiden Joko Widodo tersebut. Sebab, jika dianggap menguntungkan, maka keputusan tersebut akan mempermalukan PTUN.
“Salah (kalau PTUN yang memutuskan). Tidak mungkin membunuh dan akan mempermalukan Hakim TUN sebagai hakim yang tidak memahami permasalahan dan akan bertindak dengan semangat,” jelasnya.
Bahkan, kata Jimly, meski PTUN Jakarta mengambil kasus tersebut, namun keputusan tersebut diduga akan menimbulkan konflik kepentingan.
“Nah, ini bisa dilaporkan ke KY (Komisi Yudisial),” ujarnya.
Sebab, imbuh Jimly, tidak ada objectum litis atau sesuatu yang bisa menjadi sengketa dengan PTUN terkait pencopotan Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.
“Belum ada Perpres,” kata Jimly.
Selain itu, Jimly mengatakan meski tanpa Keppres, MA tetap mempunyai kewenangan untuk menguji pemerintahan baru. Menurut dia, PTUN tidak bisa menggugat kewenangan Mahkamah Konstitusi.
“Sekarang kalau mau dikembalikan (ketua MK ke Anwar Usman), tidak bisa. Itu hasil rapat internal (sembilan hakim MK). Tingkat I tidak bisa campur tangan ketua pengadilannya. ,” kata Jimly.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) beralasan keputusan Dewan Kehormatan tidak dapat digugat di pengadilan.
Hal itu dibenarkan MKMK, saat membacakan putusan laporan pelanggaran undang-undang nomor 08/MKMK/L/05/2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) 2, Jakarta, Kamis (4/7/). 2024).
Laporan pelanggaran yang ada saat ini adalah kasus Hakim Konstitusi Anwar Usman pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mempersoalkan pemberhentiannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dalam rapat pertimbangan keputusan laporan tersebut, Dewan Kehormatan MK menyatakan tidak akan mengganggu kemampuan PTUN dalam mengusut dan memutus perkara Anwar Usman.
Namun dalam perkara ini, MKMK mendalilkan PTUN tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan keputusan komite etik yang mencakup Dewan Kehormatan MK.
“Dewan Kehormatan dengan tegas menyatakan PTUN tidak mempunyai kewenangan untuk menilai keputusan Dewan Kehormatan yang merupakan keputusan akhir komite etik,” kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat membacakan proses hukum yang dilakukannya. Kamis ini Ketua Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023). (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)
Ditemui usai persidangan, Palguna tak mau terlalu memikirkan keputusan akhir PTUN Jakarta dalam kasus Anwar Usman.
Dia mengatakan, apapun hasil pemilu PTUN Jakarta, penting untuk mencermati kontroversi pemilu nanti.
Namun Pak Palguna berdalih MKMK telah memutuskan pendapat organisasi kebudayaan, termasuk MKMK, tidak bisa dibawa ke pengadilan.
“Kami sebagai MKMK sudah menyatakan secara pasti bahwa kami adalah kelompok ormas, keputusan ini bersifat final dan karenanya tidak menjadi bagian dari perkara. Oleh karena itu, tidak bisa menjadi niat PTUN,” imbuh Palguna. di depan Gedung MK, Jakarta.
“Kalau iya (bisa pidana), apa bedanya budaya dengan hukum?” kata Palguna.
Untuk lebih jelasnya, kasus Anwar Usman terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor perkara 604/G/2023/PTUN.JKT. Karya tersebut diberikan oleh kakak ipar Presiden Jokowi, pada 24 November 2023.
Nantinya, proses persidangan yang dihadirkan Ketua MK Anwar Usman akan berdampak pada tahapan sidang pembuktian ahli dan pembuktian tambahan dari dokumen para pihak yang akan berlangsung pada Rabu, 24 Juli 2024 pukul. 10.00 WIB.