Jelang Pengumuman Data Inflasi AS, IHSG Ditutup Menghijau, Rupiah Melemah

Reporter TribuneNews.com melaporkan Renas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,15 persen menjadi ditutup pada 7.099,26 pada perdagangan Senin (13/5/2024).

Sebanyak 251 saham mengalami kenaikan nilai, 302 saham mengalami penurunan nilai, dan 233 saham tidak mengalami perubahan.

Transaksi harian tercatat Rp 14,45 miliar dari 21,52 miliar saham yang diperdagangkan dengan pertukaran reguler 1,01 juta tangan.

Pada perdagangan hari ini, berbagai indeks yakni LQ45 menguat 0,24 persen ke 895,55, IDX30 menguat 0,06 persen ke 453,67, dan JII turun 0,03 persen ke 524,48.

Beberapa indeks sektor menguat, antara lain sektor teknologi sebesar 1,80 persen, sektor energi sebesar 0,37 persen, sektor siklikal sebesar 0,36 persen, sektor transportasi sebesar 0,29 persen, sektor keuangan sebesar 0,17 persen, dan sektor bahan baku sebesar 0,07 persen.

Sementara sektor lainnya melemah, yaitu sektor kesehatan turun 0,58 persen, sektor non-siklikal turun 0,45 persen, sektor infrastruktur turun 0,30 persen, sektor industri turun 0,22 persen, dan sektor properti menguat 0,03 persen.

Sementara nilai tukar rupee melemah tipis 0,02 persen menjadi Rp16.085 per dolar Amerika (AS) pada Senin (13/5/2024).

Sebagian besar mata uang Asia melemah pada perdagangan hari ini, dengan pelemahan peso Filipina terhadap baht Thailand sebesar 0,75 persen.

Di sisi lain, dolar Taiwan menguat signifikan terhadap dolar AS sebesar 0,009 persen, dolar Singapura menguat 0,007 persen.

Indeks dolar yang menunjukkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia terlihat melemah tipis di level 105,29 dari posisi kemarin 105,30.

Pengamat pasar keuangan Ibrahim Asuaibi mengatakan sebagian besar pedagang masih bias terhadap greenback menjelang data harga produsen bulan April yang akan dirilis pada Selasa (14/5/2024).

Sementara itu, fokus utamanya adalah pada data Indeks Harga Konsumen yang banyak ditunggu-tunggu yang akan dirilis pada Rabu (15/5/2024), mengingat data tersebut akan menjadi bagian dari prospek suku bunga AS.

“Dolar mengalami volatilitas yang signifikan minggu lalu karena data ekonomi AS yang beragam menimbulkan pertanyaan tentang kapan bank sentral akan mulai memangkas suku bunga tahun ini,” kata Ibrahim.

Namun meski perekonomian AS tampak melambat dalam beberapa bulan terakhir, inflasi diperkirakan akan tetap stabil. Inflasi harga konsumen meningkat lebih dari perkiraan pada bulan April, karena langkah-langkah stimulus yang sedang berlangsung di Beijing membantu meningkatkan permintaan.

Sementara itu, indeks harga produsen turun selama 19 bulan berturut-turut karena aktivitas bisnis Tiongkok masih lesu.

Data inflasi menunjukkan bahwa Beijing masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *