Janggal soal Sidik Jari di Samurai, Kuasa Hukum Pegi Minta Gelar Perkara Khusus dengan Bareskrim 

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Tersangka pembunuhan Wina Cirebon Kubu Pegi Setiawan (alias Perong) akan hadir di Bareskrim Polri sekitar pukul 13.00 pada Rabu (6 Mei 2024).

Mereka datang untuk meminta Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara (Vassidik) melakukan kasus khusus terhadap kliennya.

“Ya, menurut kami lebih adil di sini. Di pusat juga lebih adil dibandingkan di sana (Polda Jabar),” kata Marwan Iswandi, pengacara Page, saat dikonfirmasi, Rabu (6 Mei 2024).

Dia mengatakan, alasan pihaknya ingin meminta gelar perkara tersebut karena menilai ada banyak kejanggalan dalam perkara yang diperoleh Page.

Oleh karena itu, Marwan berharap dengan diajukannya kembali gugatan oleh Bareskrim Polri, keadilan akan ditegakkan.

“Semuanya harus terbuka sepenuhnya. Menurut kami ini tidak adil karena banyak pelanggaran, dan seperti yang saya sampaikan kepada media kemarin, banyak pelanggaran dalam kasus ini,” jelasnya.

Marwan mencontohkan beberapa contoh pelanggaran, salah satunya adalah sidik jari pada samurai yang digunakan untuk menikam korban.​

Lihat sidik jarinya. Gampang sekali, ditangkap atau tidaknya Peggy, tidak masalah, ujarnya.

Lalu ada kasus Peggy yang disebut-sebut sebagai pelaku pengeroyokan yang menimpakan diri pada korban dan mengatur adegan Verna dan kekasihnya, Eki, diduga tewas dalam kecelakaan.

“Oke, bajunya ada, tapi tidak ada DNA lengketnya. Nah, kalau serius, kalau itu terjadi. Tapi kita akan merobek makanan itu bersama-sama,” katanya.​

Diketahui, kasus pembunuhan Vina di Cirebon kembali mencuat pasca dirilisnya film “Vina: 7 Hari Lalu” yang diadaptasi dari kasus Vina dan menjadi perbincangan hangat.

Kejadian ini sebenarnya terjadi pada tahun 2016 lalu, saat Veena diperkosa hingga dibunuh oleh beberapa anggota geng motor.

Dalam kasus ini, polisi menahan 8 dari 11 penjahat.

Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup, yakni Rivaldi Aditya Vardana, Eko Ramadani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman, dan Supriyanto.

Sementara pelaku lainnya, Saka Tatal, divonis delapan tahun penjara dan sudah dibebaskan.

Seorang satpam bernama Peggy Setiawan alias Peggy Perong ditangkap dalam kasus ini pada Selasa (21/5/2024) malam.

Page ditangkap di wilayah Bandung, Jawa Barat. Saat dalam pelarian, polisi mendapat informasi tentatif bahwa Peggy bekerja sebagai kuli bangunan di Bandung.

Kapolres Jules Abraham Abast, Kabid Humas Polda Jabar, menjelaskan peran Peggy dalam pembunuhan Wina di Cirebon.

Jules mengatakan, berdasarkan keterangan saksi pada 20 Mei 2024, 22 Mei, dan 25 Mei 2024, telah diketahui peran Peggy dalam kasus ini.

Page berperan menyita dan mengejar korban Rizky dan korban Vina dengan menggunakan sepeda motor Honda Beat warna oranye, lalu memukul korban Rizky dan korban Vina dengan batang kayu.

Kemudian bersama para saksi membawa korban Rizka dan korban Vina ke TKP, memukul korban Rizka dengan batang kayu, kemudian memperkosa korban Vina, memukul korban Vina dengan batang hingga tewas, lalu membawa korban Rizka dan korban Vina ke TKP.

Sosok PS alias perong alias Robi Irawan berdasarkan keterangan saksi pada 22 Mei 2024 dan 24 Mei 2024 yang sudah 5 tahun berada di TKP dan mengetahui wajah orang-orang yang biasa nongkrong di lokasi kejadian. pemandangan. .

Di sisi lain, polisi juga menyebut Peggy berusaha mengubah identitasnya menjadi Robi Irawan.

Namun anehnya, polisi menyebut dua DPO lainnya bernama Andy dan Danny adalah fiktif.

“DPO-nya ada satu, bukan dua. Ternyata tidak ada orang yang bernama Dani dan Andy. Jadi DPO yang benar adalah yang bernama PS (Pegi Setiawan). Tersangkanya hanya sembilan, jadi DPO-nya hanya satu,” kata Kepala Divisi Kriminal Polda Jabar Kompol Sulawan.

Suravan mengatakan, kesimpangsiuran jumlah DPO disebabkan oleh perbedaan representasi dalam proses peninjauan.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata kedua nama yang disebutkan, Andy dan Danny, tidak ada alias fiktif.

Fakta pemeriksaan kita saat ini, tersangka atau DPO itu salah satunya.

Jadi tersangkanya ada sembilan, bukan 11, kata Sullavan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *