TRIBUNNEWS.COM – Menjaga keindahan bumi adalah tanggung jawab setiap orang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sampah merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap lingkungan saat ini. Salah satunya adalah e-waste yang berasal dari barang-barang elektronik seperti handphone, komputer, televisi dan peralatan rumah tangga yang sudah tidak terpakai atau rusak.
E-waste atau limbah elektronik mengandung zat berbahaya dan beracun yang dapat mencemari tanah dan air, seperti merkuri, timbal, dan kadmium. Faktanya, beberapa komponen elektronik sulit terurai secara alami sehingga dapat menambah masalah sampah di tempat pembuangan sampah.
Indonesia merupakan salah satu konsumen elektronik terbesar di dunia. Akibatnya, Indonesia menghasilkan limbah elektronik dalam jumlah besar setiap tahunnya sehingga memerlukan pengelolaan khusus untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan.
Pada tahun 2020, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengumpulkan tumpukan sampah elektronik di ibu kota sebanyak 22 ton atau 22.683 ton selama Februari-Oktober atau dalam kurun waktu sembilan bulan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih saat itu menjelaskan, sampah elektronik dikumpulkan dari puluhan tempat penyimpanan sampah elektronik dalam bentuk “kotak sampah elektronik” yang tersebar di Jakarta dan melalui layanan pengumpulan sampah elektronik.
Limbah elektronik dan dampaknya
Geneva Environmental Network menjelaskan bahwa bahan-bahan dalam perangkat elektronik mempunyai dampak serius terhadap lingkungan karena sifatnya yang beracun. Ketika limbah elektronik dibuang, material tersebut perlahan-lahan terurai dan masuk ke dalam tanah, sebuah proses yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Pada suhu tinggi, senyawa beracun seperti timbal, kadmium, dan berilium dapat terlepas ke udara. Zat-zat ini tidak hanya mencemari air tanah, tetapi juga membahayakan organisme akuatik dan darat.
Selain itu, bahan kimia beracun yang meresap ke dalam tanah dapat merusak tanaman dan membahayakan hewan pemakan tanaman tersebut. Meski dalam jumlah kecil, zat beracun ini lama kelamaan dapat terakumulasi sehingga menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan.
Limbah elektronik juga mencemari sumber air. Jika limbah elektronik dibuang sembarangan di tempat pembuangan sampah atau area terbuka, hujan dapat melarutkan bahan kimia berbahaya, membawanya ke sungai, danau, dan saluran air lainnya. Zat-zat tersebut dapat membunuh ikan dan organisme air lainnya, serta merusak ekosistem yang menjadi sumber makanan dan penghidupan manusia.
Dan ketika limbah elektronik dimusnahkan dengan cara pembakaran, udara akan terkontaminasi bahan kimia berbahaya seperti dioksin, furan, dan partikel halus. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, antara lain gangguan pernafasan, penyakit kardiovaskular, dan kanker.
Upaya pengolahan limbah elektronik
Sampah elektronik biasanya berasal dari sampah rumah tangga, antara lain alat-alat elektronik yang sudah tidak digunakan lagi seperti kipas angin, mesin cuci, lemari es, kabel bekas dan lain-lain, termasuk handphone bekas.
Memang benar sudah tidak terpakai lagi dan layak untuk dimusnahkan, namun limbah elektronik tidak bisa dibuang begitu saja. Perlu penanganan yang tepat agar tidak merusak ekosistem ekologi. Perlu diingat bahwa limbah elektronik termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mengandung zat beracun.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan berbagai peraturan pengelolaan sampah elektronik, antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan beberapa peraturan lainnya.
Selain itu, berbagai program telah dikembangkan untuk mengatasi penumpukan sampah elektronik. Misalnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta menyediakan tempat pembuangan sementara dan layanan pengumpulan sampah elektronik dari rumah warga. Program ini bertujuan untuk mengurangi jumlah limbah elektronik dan memastikan pengelolaan yang tepat.
Perlu juga kesadaran untuk berkontribusi terhadap kelestarian bumi yang indah dengan menggunakan alat elektronik secara lebih bijak. Untuk mengurangi dampak limbah elektronik, Anda bisa memulainya dengan langkah sederhana.
Seperti mengurangi konsumsi perangkat elektronik yang tidak diperlukan dan menerapkan pola pikir minimalis. Memperbaiki perangkat yang rusak juga merupakan cara terbaik untuk memperpanjang umur perangkat Anda, sehingga mengurangi jumlah limbah elektronik yang dihasilkan.
Selain itu, ada beberapa perusahaan di Indonesia yang menjual limbah elektronik. Dimana mereka menyediakan layanan pengelolaan limbah elektronik. Perusahaan seperti BGR Access, Patron, Retron, Trash Mall dan AKABIS Waste Management menyediakan layanan pengumpulan dan daur ulang limbah elektronik.
Program tersebut bertujuan untuk mengurangi penumpukan sampah elektronik di tempat pembuangan akhir (TPA) dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan sampah elektronik.
#LokalAsri #ArahanAksiAsrikanIndonesia #TribunNetwork #MataLokalMenjangkauIndonesia