TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Syahrul Yassin Limpo (SYL) alias Indira Chunda Thita, putra mantan Menteri Pertanian (Mentan), disebut memimpin acara tersebut dibantu pengurus Partai Nasdem, Garnita Malahayati. Kementrian Pertanian. Fasilitas pertanian.
Fakta itulah yang coba dibuktikan majelis hakim melalui pemeriksaan Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Zahroni dalam persidangan Rabu (6/5/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Panel mempertanyakan hal itu kepada Sahroni karena staf khusus Kementerian Pertanian pada persidangan sebelumnya mengungkapkan bahwa Joyce Triatman, Wakil Bendahara Nasdem dan Sekjen Garnita Malahayati, telah melaksanakan program organisasi dengan menggunakan fasilitas Kementerian Pertanian. .
“Apakah Suster Joyce selaku Wakil Bendahara dan Sekretaris Jenderal Garnita pernah diberitahu atau dikaitkan dengan kegiatan Garnita?” Anggota Hakim Aida Ayu Mustika bertanya kepada Ahmed Zahroni yang duduk di kursi saksi.
“Tidak pernah, Yang Mulia,” jawab Zahroni.
Sahroni membenarkan Ketua Umum Garnitha Malahayati Indira Chunda Thita tidak melaporkan kegiatan organisasi yang dipimpinnya kepada Ketua Umum Nasdem Surya Palou.
Padahal organisasi ini berada di bawah Partai Nasdem.
“Saya minta kepada Ketua Umum agar Ketua Umum tidak pernah menerima laporan dari Ketua Umum sayap partai. Kapan, tanggal berapa, jam berapa, Ketua Umum tidak pernah dapat, Yang Mulia,” kata Zahroni.
Sahroni juga menyatakan bahwa kegiatan di Garnita Malahati merupakan inisiatif dari Thita. Termasuk juga kegiatan yang difasilitasi oleh Kementerian Pertanian.
Jadi, kalau dia ketua umum sayap partai, mungkin itu inisiatifnya sebagai Ketua Umum Garnita, Yang Mulia. Tapi Ketua Umum Garnita tidak pernah melapor ke Ketua Umum (partai), kata Zahroni. .
Thita kemudian membenarkan pernyataan Sahroni yang tidak pernah melaporkan aktivitas Garnita Malahayati ke Ketua Umum Nasdem.
Karena organisasi mempunyai otonomi tersendiri.
Thita pun mengaku tidak meminta izin kepada Ketua Nasdem sebelum melakukan operasi.
“Kami sayap Partai Nasdem. Kita milik diri kita sendiri, Raja. Otonomi kita sendiri, AD/ART kita sendiri. Kami melaporkan semua kegiatan kami hanya kepada Garnitha Malahayati, ketua panitia penasihat kami,” kata Thita yang berada di kotak saksi seperti Sahroni.
“Apakah Garnita sebelumnya sudah meminta izin kepada DPP untuk melakukan kegiatan? Apakah cukup dengan melapor? Atau sudah ada izin?” tanya Hakim Ida.
“Tidak, Yang Mulia,” jawab Tita. Putri dari Syahrul Yasin Limpo (SYL), Indira Chunda Thita Syahrul Putri. (Tribun-Timur.com)
Terkait kegiatan Garnita yang difasilitasi Kementerian Pertanian, Thita mengaku sudah ada kerja sama sebelumnya.
Namun kolaborasi ini bersifat verbal dan bukan hitam-putih.
“Kami bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Mahima, untuk menyebarkan program-program Kementerian Pertanian. Tinggal menyebarkannya ke masyarakat,” kata Thita.
“Tertulis atau Lisan?” tanya Hakim Ida, sekedar konfirmasi.
“Lisan, Yang Mulia.”
Sekadar informasi, keterangan Sahroni dan Thita diberikan terkait kasus korupsi mantan Menteri Pertanian SYL.
Dalam kasus ini, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mendakwa SYL melakukan adopsi sebesar Rp.
SYL telah menerima total uang tunai dari tahun 2020 hingga 2023.
“Selama menjabat Menteri Pertanian RI, total uang yang dibayarkan terdakwa dengan paksaan sebagaimana diuraikan di atas adalah sebesar Rp 44.546.079.044,” kata Jaksa KPK Masmudi dalam sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Rabu, 10 Agustus. Rabu (28/2/2024).
Uang tersebut diperoleh SYL dengan mengutip pejabat Eselon I Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam beraktivitas melainkan dibantu oleh mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian Mohammad Hatta dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono. Pihak lawan.
Selain itu, uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan lembar tagihan, pengeluaran terbesar dari dana tersebut digunakan untuk program keagamaan, kegiatan pelayanan dan pengeluaran lain yang tidak tercakup dalam kategori yang ada; Nilainya Rp 16,6 miliar.
“Uang tersebut digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan pelanggaran pertama: Pasal 12 Pasal e Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 UU Pemberantasan Tipikor Pasal 18 KUHP.
Dakwaan kedua: Pasal 64 ayat (1) KUHP Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pasal 12 huruf F UU Tipikor Pasal 18
Dakwaan ketiga: Pasal 12B UU Tipikor dibaca dengan Pasal 18 KUHP dibaca dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP dibaca dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP dibaca dengan 1.