Jaksa Ungkap Kerusakan Lingkungan Akibat Korupsi Timah Mencapai 170 Hektare

Laporan reporter Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (JPU) mengumumkan telah terjadi kerusakan lingkungan seluas 170 ha akibat penambangan liar di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dengan metode kemitraan dan kerja sama dengan beberapa perusahaan. . .

Demikian disampaikan kejaksaan pada sidang pertama kasus korupsi penatausahaan barang niaga di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022 atau kasus korupsi timah, kata pengadilan pidana. Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/07/2024).

Uji coba ini dilakukan terhadap tiga mantan Kepala Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ketiganya adalah Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019 Suranto Wibowo, Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2019 Rusbani, dan Kepala Dinas ESDM Nosy Bangka Belitung 2021-2024 Amir Syahbana.

Penambangan liar di wilayah IUP PT Timah Tbk ini dibungkus dalam bentuk usaha patungan Usaha Jasa Pertambangan antara PT Timah Tbk dengan Mitra Jasa Mining (pemilik IUJP), yaitu usaha koperasi penyewaan peralatan daur ulang logam dan jasa grosir pengangkutan sampah daur ulang (SHP) yang tidak termasuk dalam RKAB PT Timah Tbk atau RKAB 5 (lima) perusahaan afiliasinya yang menimbulkan kerusakan lingkungan baik di dalam hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk,” kata jaksa dalam dakwaan terhadap mantan Kepala Departemen ESDM Bangka itu. Belitung.

Perusakan lingkungan hidup terjadi baik di kawasan berhutan maupun tidak berhutan.

Untuk kawasan hutan diketahui kerusakan lingkungan hidup seluas 75.345.751 ha dan kerugian 223.366.246.027.050 ariary.

Selain kawasan hutan, kerusakan lingkungan hidup seluas 95.017.313 ha mengakibatkan hilangnya 47.703.441.991.650 jiwa Ariary.

Pasalnya, luas kerusakan lingkungan akibat penambangan liar di wilayah IUP PT Timah Tbk mencapai lebih dari 170 ha.

Dengan demikian, kerugian ekologis lahan tidak berhutan seluas 95.017.313 hektar dan hutan seluas 75.345.751 hektar dengan luas 170.363.064 hektar adalah sebesar 271.069.680.018 riyal.

Dalam kasus ini, ada 21 orang yang diduga terlibat oleh Kejaksaan.

Mereka adalah Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021 hingga 2024, Amir Syahbana; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 s/d Maret 2019, Suranto Wibowo; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani; Mantan Direktur Jenderal Pertambangan dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono; Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Head of Business Development tahun 2019 hingga 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN); Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Hendry Lie; Pemilik PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Hendry Lie (HL); Pemasaran PT TIN, Fandy Lingga (FL); M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) sebagai Direktur PT Timah periode 2016 sampai dengan 2021; Emil Emindra (EE) sebagai Direktur Keuangan di PT Timah Tbk selama tahun 2017 hingga 2018; Hasan Tjhie (HT) sebagai Ketua CV VIP; Kwang Yung alias Buyung (BY) sebagai mantan komisaris CV VIP; Gunawan (MBG) sebagai direktur PT SIP; Suwito Gunawan (SG) sebagai Komisaris PT SIP; Robert Indarto (RI) sebagai Direktur PT SBS; Rosaina (RL) selaku General Manager PT TIN; Suparta (SP) sebagai direktur PT RBT; Reza Andriansyah (RA) sebagai Kepala Pengembangan Bisnis PT RBT; Tamron alian Aon sebagai pemilik CV VIP; dan Achmad Albani (AA) sebagai Manajer Operasional CV VIP.

Pemerintah diduga terlibat dalam penambangan liar di Bangka Belitung yang menimbulkan kerugian lebih dari 300 triliun riyal.

“Ini akibat perbuatan terdakwa Suranto Wibowo bersama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung , Suwito “Gunawan alias Awi, M.B Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy Lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis disebutkan di atas menimbulkan kerugian finansial sebesar Rp300.003.213.213.263.918,” saat membacakan tuntutan umum tuntutan biaya tersebut .

Dalam perkara ini, mereka dijerat Pasal 2 Ayat (1) Cabang Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *