Laporan reporter Tribunnews.com Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kajian Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE), Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Brawijaya (FEB UB) menyebutkan, kenaikan cukai yang terlalu tinggi justru berdampak pada peningkatan peredaran. rokok ilegal.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara harga dengan permintaan rokok.
Hal tersebut disampaikan Profesor Chandra Fazili Ananda, Direktur PPKE FEB UB, dalam FGD “Peningkatan Cukai dan Penanggulangan Peredaran Tembakau Ilegal untuk Menjaga Keseimbangan Kebijakan IHT Indonesia”.
Profesor Candra mengatakan, rokok Golongan I memiliki elastisitas harga negatif dan lebih rentan terhadap fluktuasi harga dibandingkan konsumen rokok Golongan II dan III.
Hasil analisis tersebut sejalan dengan perkembangan industri tembakau (IHT), dengan penurunan produksi terbesar terjadi pada golongan I, yang juga berdampak pada penurunan tarif cukai hasil tembakau (CHT), kata Profesor Chandra dalam keterangannya. pada Senin (30 .September 2024).
Ia mengatakan ketika pajak cukai naik dan harga rokok golongan I naik, konsumen yang sensitif terhadap harga akan memilih rokok golongan II atau III atau yang lebih murah. Hal ini mencerminkan jumlah rokok yang dikonsumsi tidak mengalami penurunan, hanya kuantitas rokok yang dikonsumsi saja yang mengalami perubahan.
Hasil kajian PPKE FEB UB juga menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan cukai dalam beberapa tahun terakhir sudah mencapai titik optimal, dan kenaikan pajak selanjutnya tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok.
“Konsumen cenderung beralih ke rokok ilegal dan produk yang lebih murah. Hal ini tidak hanya menurunkan produksi rokok legal, tetapi juga berpotensi menurunkan pendapatan negara dari CHT,” kata profesor tersebut.
Menurutnya, jumlah rokok ilegal yang beredar di Indonesia semakin meningkat karena harga rokok yang terus meningkat akibat kenaikan cukai yang terus menerus.
Pemerintah semakin intensif melakukan tindakan keras terhadap rokok ilegal, namun data menunjukkan bahwa seiring dengan kenaikan harga rokok, jumlah rokok ilegal yang beredar di pasaran juga meningkat.
Pada tahun 2023, hasil penelitian PPKE FEB UB mengungkapkan bahwa lebih dari 40% konsumen rokok membeli rokok biasa tanpa label produk.
Secara terpisah, simulasi yang dilakukan PPKE menunjukkan jika tarif cukai dinaikkan dari 0% menjadi 50%, maka peredaran rokok ilegal bisa meningkat dari 6,8% menjadi 11,6%.
Hasil simulasi menunjukkan potensi kerugian CHT akibat peredaran rokok ilegal dengan tarif cukai meningkat, dari Rp 4,3 triliun pada kondisi tidak ada kenaikan cukai (0 persen) menjadi Rp 5,76 triliun. Meningkat sebesar 50%.
“Hal ini menunjukkan kebijakan cukai yang terlalu ketat dapat memperburuk peredaran rokok ilegal dan merugikan negara,” ujarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, PPKE FEB UB merekomendasikan tiga hal kepada pemerintah.
Pertama, kita akan menangguhkan kenaikan cukai untuk menjaga stabilitas penerimaan negara, menjaga keberlangsungan IHT, dan mencegah lonjakan peredaran rokok ilegal.
Kedua, jika tujuan tarif pajak konsumen adalah untuk mencapai keseimbangan antara pilar-pilar kebijakan IHT, maka tarif pajak konsumen sebesar 4 hingga 5 persen merupakan tarif pajak konsumen yang direkomendasikan secara berkelanjutan.
“Jika hal ini terus berlanjut, pendapatan pemerintah dari CHT akan besar dan risiko peningkatan tembakau ilegal akan rendah,” kata Profesor Candra.
Terakhir, PPKE mengharapkan pemerintah memperkuat upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal dan menyesuaikan harga rokok sesuai daya beli masyarakat.
“Langkah-langkah tersebut harus dilakukan untuk memastikan kebijakan cukai memberikan solusi yang berimbang bagi konsumen, produsen, dan pendapatan nasional,” ujarnya.
Menindaklanjuti hasil kajian PPKE FEB UB, Petrus Liu, Sekretaris Jenderal Gabungan Produsen Tembakau Indonesia (GAPPRI), mengumumkan penangguhan kenaikan pajak penjualan dan harga eceran pada tahun 2025 hingga tahun 2027, serta penurunan nilai tambah. , disarankan agar pajak tidak dinaikkan.
“Kami akan terus menggencarkan upaya menekan peredaran rokok ilegal,” kata Petrus
Sementara itu, Direktur Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Konsumen Kanwil I Jawa Timur, Untung Basuki mengatakan, peredaran rokok ilegal kini sudah menyebar ke wilayah Makassar, Lampung, dan Kalimantan.
Baschi mengakui bahwa tindakan melawan rokok ilegal sebenarnya semakin meningkat, namun strategi yang berbeda masih diperlukan tergantung wilayahnya.
“Tantangan saat ini bagi pemerintah adalah semakin sulitnya melacak tembakau ilegal karena distribusi saat ini tidak lagi menggunakan cara tradisional, melainkan jalur logistik yang lebih kompleks seperti e-commerce,” jelas Baschi.
“Untuk mengurangi peredaran rokok ilegal, penting untuk menggunakan teknologi seperti penggunaan kode QR pada merek,” ujarnya.