TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Potensi minyak dan gas bumi (Migas) di Indonesia dinilai cukup besar, apalagi setelah ditemukannya beberapa cadangan besar (giant discoveries) di Andaman Selatan dan Selat Utara.
Kapasitas tersebut dapat ditingkatkan melalui berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya adalah amandemen Undang-Undang (RUU) Migas dalam upaya menopang investasi di sektor hulu.
Indonesia memerlukan pendekatan yang seimbang dalam transisi energi, kata Jodi Mahardi, Wakil Presiden Kedaulatan Maritim dan Integrasi Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (MARWS).
“Permintaan migas masih penting, terutama primer dan transportasi,” kata Jodi dari Kontan pada diskusi bisnis Ikatan Insinyur Perminyakan Indonesia (IATMI) di Mega Kuningan di Jakarta, Kamis (21/9/21). 2024)
Ia mengatakan ada tantangan dalam penyesuaian aturan main. Untuk itu, pemerintah bertekad membangun landasan yang kuat dari sisi regulasi. Salah satu aturan yang paling penting untuk diikuti adalah RUU Migas.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ariana Soemanto mengatakan, sektor hulu migas Tanah Air akan terus berbenah dengan mengedepankan kebijakan fleksibilitas tanpa melupakan kepentingan negara.
Ariana mencontohkan perkembangan penemuan Zeng North di Terusan Utara, contoh nyata proses negosiasi rencana pembangunan menjadi standar dan pemerintah bergerak cepat mengikuti ritme pelaku usaha.
“Pemerintah memberikan waktu belajar lebih banyak kepada ENI. Pemerintah sedang beradaptasi saat ini, terutama dalam 3 tahun terakhir. “Misalnya yang bisa kita lakukan untuk blok baru adalah merelakan hingga 50 persen,” kata Ariana.
Ariana mengungkapkan salah satu perubahan mendasar di sektor migas Tanah Air adalah UU Migas. Namun pemerintah tidak tinggal diam dan menunggu undang-undang baru tersebut terbit.
Selama tiga tahun terakhir, pemerintah telah menyempurnakan aturan pembagian atau bagi hasil, dimana pembagian kepada kontraktor dikatakan lebih fleksibel.
Benny Lupiandara, Wakil Rektor Bidang Eksplorasi, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Kerja Satuan Tugas Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), menekankan bahwa salah satu strategi kuncinya adalah dengan mengubah migas baru secara “radikal”. Undang-undang ini merupakan model bagi masa depan industri minyak dan gas negara ini.
Tuntutan kelestarian lingkungan dan transisi energi harus dimasukkan dalam undang-undang baru.
“Di masa lalu, tidak ada yang berbicara tentang emisi nol bersih (NZE). Sekarang ada.” Batas waktu transisi energi ini adalah tahun 2050. Harus diinvestasikan dulu,” tegas Penny.
Benny mengatakan SKK Migas sudah benar-benar bertransformasi. Dia menegaskan bahwa diskusi POD akan fokus pada “jalur cepat” seperti King North.
Namun, masih banyak tantangan non-teknis yang tidak dapat diselesaikan tanpa undang-undang migas yang baru.
“Masalahnya non-teknis. “Suka atau tidak, dengan UU Migas, kalau ada terobosan finansial yang serius harus di bawah payung UU Migas. Ke depan harus serius, kalau tidak nanti menang. Tidak bisa maju,” kata Penny menjelaskan
Presiden IATMI Ram Krishna meyakini diskusi yang diinisiasi IATMI dapat memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah sehingga dapat mempertahankan momentum peningkatan insentif investasi yang saat ini sedang berlangsung.
“IATMI meyakini sinergi yang kuat dapat menciptakan industri migas yang kompetitif dan berkelanjutan,” tegas Ram.
Salim, CEO Pertamina Hulu Energy (PHE), subholding hulu Pertamina Solids, memperkirakan salah satu kebijakan adaptasi yang bisa dilakukan pemerintah ke depan adalah dengan mendukung percepatan penerapan ekstraksi minyak atau enhancement oil recovery (EOR). .
Menurutnya, penerapan EOR memerlukan dukungan yang tidak kalah pentingnya dengan dukungan yang diberikan pemerintah terhadap pengembangan migas nonkonvensional (MNK).
Seperti diketahui, pemerintah mengeluarkan aturan baru yang memberikan insentif bagi pelaku usaha pembuat MNK, dengan bagi hasil bagi kontraktor bisa mencapai 95%.
“MNK sudah dikabulkan, tapi pandangan saya EOR harusnya yang pertama, dampaknya 3-5 tahun ke depan akan terasa. Kita ingin kepastiannya. Apalagi di Minas akan sangat signifikan,” kata Salit.
Sekretaris Jenderal IATMI Inge Sondariani mengatakan IATMI Business Talk diharapkan dapat menjadi jembatan antara pemangku kepentingan dan pemerintah untuk menemukan cara terbaik dalam meningkatkan produksi migas.
“IATMI Business Talk ini sengaja kami luncurkan kali ini agar para pelaku usaha dapat menyampaikan pandangannya secara utuh kepada pemerintahan yang akan datang mengenai apa yang dibutuhkan sektor migas,” kata Eng.
Firmansya Arifin, Ketua Grup Bincang Bisnis IATMI, menilai kehadiran para pemain kunci dalam acara tersebut membuktikan bahwa sektor hulu migas masih menjadi sektor penting meski ada tekanan perubahan energi baru dan energi. energi terbarukan.
“Di era transisi energi ini, migas menjadi semakin penting. Acara ini diharapkan dapat melahirkan ide-ide yang dapat menjawab berbagai tantangan pengelolaan hulu migas di era transisi energi,” jelas Firmansya. (Filiman Agung/Kantan)
Artikel ini muncul di Tunai