TRIBUNNEWS.COM – Sidang kasus korupsi proyek pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated (Tol MBZ) masih berlangsung. Sidang lanjutan terakhir menemukan Djoko Dwijono, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Cikampek Flyover (PT JJC), menolak klaim senilai Rp1,4 triliun dari KSO Waskita-Acset, kontraktor Japek II Elevated. Proyek konstruksi terbang.
Sugiharto yang bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Selasa (15 Mei 2024), menjabat Wakil Presiden dan Wakil Presiden Bidang Infrastruktur II PT Waskita Karya sejak Maret 2019 hingga Maret 2021. Sejak Maret 2021 hingga Desember 2021, PT Waskita Karya mengatakan, “PT JJC tidak menyetujui klaim karena tidak adanya instruksi dari pemilik proyek yaitu PT JJC, atau usulan persetujuan PT JJC terkait klaim pekerjaan.”
Sugiharto mengungkapkan Waskita Karya memiliki banyak proyek virtual. Diantaranya hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan dan Pemeriksaan (BPK) terhadap minimnya gerbang tol.
Direktur Operasi II Waskita Karya Pak Bambang Rianto juga diminta menyediakan uang tunai Rp 10 miliar untuk acara virtual ini, kata Sugiharto.
Selain itu, Sugiharto menambahkan, proyek fiktif ini tidak diketahui dan tidak menimbulkan kerugian bagi PT JJC. Namun hal tersebut hanya diketahui dan hanya merugikan PT Waskita Karya.
Sementara itu, saksi lain dalam persidangan, Anggota Komite Pengurus KSO Waskita-Acset Dino Ario menambahkan, proyek tol layang Japek II dibangun melalui skema Kerjasama Operasi (KSO) antara Waskita Karya dan Acset.
“Saham Waskita KSO 51%, Acset 49%. Jumlah pengerjaan KSO Waskita-Acset dalam proyek ini Rp 12,3 triliun,” kata Dino.
Pekerjaan yang dilakukan KSO Waskita-Acset tidak termasuk dalam lingkup kontrak dengan PT JJC. Salah satunya adalah arahan Komite Keselamatan Jalan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) yang disponsori oleh Departemen Pekerjaan Umum, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menggunakan faktor keselamatan geoteknik SNI asli 1000 tahun. 500 tahun.
Hal ini mengakibatkan tambahan biaya kerja lapangan mencapai Rp1,4 triliun, dimana sekitar Rp900 miliar dari Waskita Karya dan Rp500 miliar dari Acset.
Klaim ini sebenarnya tidak termasuk dalam ruang lingkup kontrak. Dino mengatakan, Oleh karena itu, karena kontrak ini merupakan kontrak desain dan konstruksi dengan sistem harga tetap lump sum, maka segala kegiatan tambahan tidak dapat disetujui oleh PT JJC karena merupakan kontrak. tanggung jawab kontraktor.”
Sekadar informasi, pembangunan tol layang Japek II diketahui menggunakan metode design and build yakni. kegiatan desain dan konstruksi yang dilakukan secara bersamaan oleh kontraktor.
Metode perancangan dan konstruksi ini merupakan inovasi Kementerian PUPR yang fokus pada percepatan pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia dengan lebih efisien dari segi waktu dan biaya.
Kontrak rancang dan bangun berbeda dengan kontrak tradisional (design bid build) di mana, ketika membeli tawaran, pemberi kerja menetapkan rencana tahap akhir yang akan dilaksanakan oleh kontraktor.
Dalam suatu kontrak rancang bangun, kontraktor membuat sebagian rencana tahap akhir (partial RTA) sebagai dasar pekerjaan, sehingga beberapa RTA parsial menjadi acuan dari awal pekerjaan sampai dengan selesainya pekerjaan. Lakukan pekerjaan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat terdakwa, termasuk Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Flyover Cikampek (PT JJC), dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan tol layang Japek II. Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (PT JJC) Yudhi Mahyudin, Direktur Operasi PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas, Staf Spesialis Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting Tony Budianto Sihite. (*)