TRIBUNNEWS.com – Israel menuduh Iran mendanai militan Palestina untuk melakukan latihan militer di Tepi Barat yang diduduki.
Seorang pejabat senior Israel mengatakan kepada Iran International pada Kamis (29/08/2024) setelah Tel Aviv melancarkan serangan besar-besaran di Tepi Barat yang diduduki.
Menurut seorang pejabat Israel, Israel telah “mendirikan pangkalan militer di kota-kota dan kamp-kamp pengungsi di seluruh wilayah Barat.”
Dia menambahkan bahwa Iran adalah kekuatan pendorong di balik meningkatnya kehadiran militernya di wilayah tersebut.
Seorang pejabat senior Israel mengatakan operasi militer Tel Aviv di Tepi Barat bertujuan untuk menghancurkan dukungan Iran terhadap perlawanan Palestina.
“Teheran telah terlibat dalam melengkapi, merencanakan dan membangun infrastruktur teroris di Tepi Barat selama lebih dari 2,5 tahun.”
“Para pejabat Iran telah memberikan uang, senjata dan pelatihan militer kepada para pejuang Palestina. “Operasi ini (di Tepi Barat) bertujuan untuk mengganggu dan menghancurkan kemampuan mereka,” tambahnya.
“Militer saat ini fokus memberantas jaringan teroris yang diciptakan Iran,” tutupnya.
Diketahui, mulai Rabu (28 Agustus 2024), Israel akan melancarkan operasi militer besar-besaran di Tepi Barat yang diduduki.
Para pejabat Israel mengatakan operasi itu bukan sekadar respons terhadap kerusuhan dalam negeri, namun merupakan strategi yang lebih luas untuk melawan pengaruh Iran di wilayah tersebut.
Menurut Al Mayadeen, ini merupakan operasi terbesar sejak 2022.
Setidaknya 18 warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki dibunuh oleh pasukan Israel dalam 24 jam. AS menjatuhkan sanksi terhadap kelompok pemukim Israel
Sementara itu, bersamaan dengan serangan di Tepi Barat yang diduduki, Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap kelompok pengungsi Israel dan penjaga keamanan sipil di wilayah tersebut.
Sanksi pada hari Rabu menargetkan Hashomer Yosh, yang digambarkan sebagai organisasi sukarelawan yang bertujuan “melindungi” petani Israel di Tepi Barat.
Pekerja pertahanan sipil yang dihukum adalah Yitzhak Levi Filanti, seorang koordinator di pemukiman Ichar di selatan Nablus.
“Kekerasan pemukim ekstremis di Tepi Barat menyebabkan penderitaan parah bagi manusia, mengancam keamanan Israel dan merusak prospek perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AlJazeera.
“Sangat penting bagi pemerintah Israel untuk meminta pertanggungjawaban semua individu dan lembaga yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap warga sipil di Tepi Barat,” kata pernyataan itu.
Awal tahun ini, Hashomer Yosh mengepung desa Khirbet Zanuta di Palestina, mencegah warga yang mengungsi untuk kembali ke rumah mereka, katanya.
Beberapa media Israel memberitakan bahwa Hashomer Yosh mendapat dukungan finansial dari pemerintah Israel.
Washington juga menuduh Philanti melakukan berbagai aktivitas ofensif, termasuk memasang penghalang jalan dan melakukan patroli awal tahun ini, “menganiaya dan menyerang warga Palestina di tanah mereka dan mengusir mereka secara paksa.”
Sanksi tersebut membekukan aset Filanti dan Hashomer Yoshi di AS dan melarang warga AS melakukan transaksi keuangan dengan salah satu entitas tersebut.
Selama bertahun-tahun, Hashomer Yosh telah mengumpulkan dana di AS, termasuk melalui JGive, sebuah situs web yang mengumpulkan sumbangan untuk kelompok-kelompok yang diakui sebagai badan amal oleh pemerintah Israel.
Sanksi tersebut dijatuhkan sehari setelah serangan di dekat Betlehem yang menewaskan seorang warga Palestina dan melukai tiga lainnya.
Pada awal Agustus 2024, Israel juga menghancurkan desa Jit di bagian utara Tepi Barat, menewaskan seorang warga Palestina berusia 23 tahun.
Serangan Jit memicu kemarahan internasional dan bahkan kecaman lisan dari para pejabat Israel.
Namun Israel jarang menuduh pemukim melakukan kekerasan terhadap warga Palestina.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)