TRIBUNNEWS.COM – Usai kunjungannya ke Amerika Serikat (AS), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikabarkan ingin memecat Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant.
Selain itu, Netanyahu ingin mengganti Kepala Staf Israel dan Kepala Shin Bet.
Namun, menurut banyak sumber yang dekat dengan Netanyahu, sayap kanan perdana menteri menunda penembakan tersebut karena situasi keamanan di Israel tidak baik.
Israel kini menghadapi ancaman serangan balasan setelah terbunuhnya Kepala Pelayanan Publik Hamas Ismail Haniyeh dan pemimpin senior Hizbullah Fuad Shukr.
Israel telah mengakui pembunuhan Suker, namun tidak menyangkal atau membenarkan bahwa dialah yang membunuh Haniyeh.
Iran dan sekutunya seperti Hamas, Hizbullah, Houthi dan lainnya telah mengumumkan bahwa mereka akan membalas dendam atas kematian kedua polisi tersebut.
Walla melaporkan bahwa Israel sedang bersiap menghadapi serangan balasan dari Iran dan sekutunya.
Keputusan sudah diambil. Ini bukan soal ‘jika’, tapi kapan,” kata Wala.
Para pejabat keamanan khawatir Netanyahu akan mengendalikan pasukan keamanan Israel dengan menunjuk loyalisnya sebagai penjaga.
Kantor Netanyahu, sebaliknya, membantahnya. Pejabat itu mengatakan bahwa Perdana Menteri tidak terlibat dalam situasi ini.
Netanyahu sebenarnya memecat Gallant pada Maret lalu karena penolakannya terhadap reformasi peradilan.
Namun, dia mengembalikan Gallant setelah dengar pendapat publik. Hubungan Netanyahu-Gagah
Dalam beberapa bulan terakhir, hubungan Netanyahu dengan Gallant tidak baik, lapor Jerusalem Post.
Salah satunya adalah Gallant menolak undang-undang yang mengecualikan orang Yahudi ultra-Ortodoks dari dinas militer.
Alasan lainnya adalah Gallant mendukung pembentukan komisi untuk mempelajari perjanjian perdagangan dan kegagalan Israel mencegah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Adapun usulan pemecatan Gallant terkait dengan diskusi dengan pemimpin Partai Persatuan Nasional, Gideon Saar, terkait bergabungnya partai tersebut di pemerintahan Netanyahu.
Sumber di partai Likud Netanyahu mengatakan bahwa jika Gallant digulingkan, Tsar akan menjadi pengganti Gallant. Israel diancam oleh orang-orang jahat
Israel berada di bawah ancaman dari Iran dan proksinya setelah kematian Haniyeh dan Shukr.
Iran dan anggota Poros Perlawanan telah mengirimkan sinyal bahwa mereka akan menyerang Israel dalam waktu dekat.
Para pemimpin Poros Perlawanan berkumpul di Teheran untuk membahas rencana serangan mereka.
Media pemerintah Iran telah memperkirakan serangan oleh Iran c.s. Serangan ini mirip dengan serangan Iran pada April lalu, namun dalam skala yang lebih besar.
Institute for the Study of War (ISW) dalam laporannya pada Rabu, (1/8/2024), memperkirakan pola serangan paralel yang dilakukan Iran, Hizbullah, Hamas, Houthi dan kelompok lainnya.
Menurut ISW, Israel bisa kewalahan jika melakukan serangan gabungan.
Dalam contoh ini, Iran dapat meningkatkan jumlah rudal yang diluncurkan oleh Iran dan negara tetangganya.
Kemudian Hizbullah, Houthi, dan milisi di Irak dan Suriah, yang didukung oleh Iran, dapat melancarkan serangan serupa untuk meningkatkan tekanan terhadap pertahanan udara Israel.
Akan lebih sulit bagi Israel untuk menghilangkan drone dan propaganda dari Irak, Lebanon, dan Suriah. Hal ini karena jarak dari Israel.
Tentara Israel dan Amerika hanya punya sedikit waktu untuk melawan.
Sedangkan untuk pesawat Hizbullah hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mencapai kota Haifa dan 40 menit ke ibu kota Israel.
Iran dapat menggunakan waktu perjalanan yang singkat ini untuk fokus pada salah satu dari dua sasarannya, Israel.
Waktu tempuh yang singkat tidak dimanfaatkan pesawat untuk bisa berkoordinasi dengan rudal balistik yang ditembakkan Iran dari Iran. Waktu penerbangan biasanya kurang dari 10 menit.
(Berita Tribune/Februari)