TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT – Selain bertukar rudal dan menyerang medan perang, Israel mulai mengintensifkan pembunuhan terhadap komandan Hizbullah Lebanon, terutama di tingkat garis depan.
Namun perlu dicatat bahwa pembunuhan ini merupakan bagian dari konflik jangka panjang antara kedua negara dan bukan sekedar reaksi terhadap peristiwa yang terjadi setelah operasi banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober.
Mantan pengawal pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah tewas dalam serangan drone Israel pada Selasa (09/07/2024).
Menurut identitas Hizbullah, mantan pengawal pemimpin Hizbullah yang meninggal adalah Yasser Nemr Qranbish.
Qranbish paling aktif di Suriah dalam beberapa tahun terakhir dan terlibat dalam transfer senjata ke Hizbullah.
Pendukung Hizbullah berduka atas kematiannya di media sosial dan menyebutnya sebagai “perisai” bagi pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.
Sebelumnya saat serangan udara Israel pada tahun 2024 11 Juni Komandan tinggi Hizbullah Taleb Abdallah tewas.
Taleb merupakan anggota senior yang memainkan peran penting dalam operasi militer dan logistik kelompok tersebut, khususnya di wilayah Lembah Beqaa, yang merupakan basis utama Hizbullah di Lebanon.
Pembunuhan tersebut dilakukan dengan serangan udara, bukan dengan pertarungan sengit atau gaya film Hollywood.
Pemecatan komandan Hizbullah sering dipuji oleh Tel Aviv sebagai pencapaian signifikan di negara yang didudukinya. Namun, ‘kesuksesan’ ini lebih merupakan kabar baik bagi publik Israel dibandingkan kemenangan strategis bagi mereka, kata jurnalis Lebanon Khalil Nasrallah seperti dikutip Cradle.
Dia menambahkan bahwa meskipun ada tindakan pengamanan yang ketat, komandan garis depan tetap menjadi sasaran yang rentan. Namun kematian mereka tidak mewakili kemenangan yang berarti, melainkan sebuah manuver taktis di medan perang yang lebih luas.
Selain itu, konflik keamanan selama perang militer menjadi lebih mudah bagi kedua belah pihak, tidak hanya bagi tentara pendudukan.
Tujuan Israel setelah pembunuhan itu
Tujuan utama pembunuhan ini bukan hanya untuk menyelesaikan masalah. Para pejabat Israel kini mulai memperdebatkan efektivitas penargetan para pemimpin Hizbullah.
“Mereka mulai memahami bahwa kelompok perlawanan seperti Hamas dan Hizibullah beroperasi sebagai sebuah sistem, bukan sebagai kumpulan individu,” katanya.
Hal ini ditegaskan oleh Amit Saar, mantan kepala unit penelitian intelijen militer Israel, yang menyatakan bahwa pembunuhan yang ditargetkan tidak akan mengubah arah gerakan perlawanan.
Pembunuhan Sekretaris Jenderal Hizbullah (mantan Sayyid Hassan Nasrallah) Abbas al-Moussawi tidak mengubah arah Hizbullah di Lebanon, masyarakat mendukungnya dan mengakhiri konfrontasi. Begitu pula di Palestina.
Namun, pihak Israel melakukan pembunuhan tersebut karena beberapa alasan, yang utama adalah efek psikologis yang meningkatkan moral tentara dan masyarakat Israel. Alasan lainnya adalah persaingan internal yang menunjukkan prestasi di dalam institusi.
Kesalahan hitung
Bertentangan dengan klaim Israel, pembunuhan kelompok perlawanan di Lebanon atau Jalur Gaza tidak terkena dampak signifikan.
Sebaliknya, peristiwa tersebut justru mendorong perlawanan untuk meningkatkan kemampuan intelijennya.
Sebagian besar keberhasilan Hizbullah baru-baru ini berasal dari data intelijen yang dikumpulkan setelah tanggal 7 Oktober, yang menunjukkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dan merespons secara efektif.
Pernyataan publik tersebut konsisten dengan penilaian di balik layar yang mengungkapkan bahwa pembunuhan banyak komandan di tempat tidak menghentikan perlawanan.
Pada gilirannya, kerugian ini menjadi katalis bagi pengembangan operasi, khususnya pengumpulan intelijen.
Mengumpulkan informasi intelijen di titik-titik dan pangkalan-pangkalan baru memerlukan upaya keamanan yang besar. Menurut beberapa laporan, pekerjaan intelijen inilah yang paling membuat frustrasi pasukan keamanan Israel karena berdampak langsung pada operasi di lapangan.
Meskipun orang Israel mungkin melihat pembunuhan yang ditargetkan sebagai sebuah pencapaian, hal ini sering kali hanya merupakan sebuah poin taktis dalam konflik yang sedang berlangsung.
“Di sisi lain, kelompok perlawanan memperkuat kemampuan intelijen dan keamanannya, mempertahankan mobile bank dan terus menjadi sasaran,” kata Khalil.
Respon mematikan Hizbullah
Khalil juga menyampaikan pandangannya mengenai respons Hizbullah terhadap terbunuhnya Abu Naama, komandan unit Aziz yang beroperasi di sektor barat Lebanon selatan.
“Hizbullah memutuskan melakukan pembalasan dari sektor timur, terutama dari divisi Nasr yang komandannya Abu Thalib juga tewas. Keputusan taktis ini dimaksudkan untuk menyampaikan beberapa pesan penting kepada musuh,” ujarnya.
Pertama, respons mendadak Hizbullah dari wilayah tersebut mengejutkan tentara IDF, karena mereka memperkirakan akan ada pembalasan dari wilayah yang dikuasai unit Aziz. Hal ini menyoroti ketidakmampuan untuk secara akurat memprediksi reaksi kelompok perlawanan.
Kedua, sebagai tanggapan dari wilayah Divisi Nasr, Hizbullah ingin mengatakan bahwa pembunuhan Abu Thalib dan pembalasannya tidak menghancurkan aktivitasnya. Oleh karena itu, pembunuhan Abu Naama tidak akan mempengaruhi operasi perlawanan.
Pada hari Kamis, Hizbullah mengumumkan bahwa mereka telah menargetkan beberapa posisi IDF di Israel utara, termasuk 2 pangkalan IDF.
“Kami menargetkan dua bangunan yang digunakan tentara musuh Israel di pemukiman Misgav Am dan Zar’it dengan senjata presisi dan menyerang mereka secara langsung,” kata Hizbullah, seperti dikutip Anadolu Anjansi.
Hizbullah menggunakan rudal Vulkan untuk meledakkan 2 pangkalan tempat kelompok IDF berada.
“Rudal berat Vulcan menargetkan sekelompok tentara musuh Israel di sekitar barak Zarit,” jelas Hizbullah.
Tak hanya itu, di saat yang sama, Hizbullah juga mengincar 2 barak di pemukiman Štula dengan peluru kendali yang ditargetkan.
“Dengan peluru kendali, kami menargetkan dua bangunan yang digunakan oleh tentara musuh di pemukiman Štula dan langsung menghantamnya sehingga menyebabkan kebakaran dan menewaskan orang-orang di dalamnya,” jelas mereka.
Hizbullah menjelaskan bahwa serangan tersebut merupakan respons terhadap serangan musuh terhadap desa-desa dan rumah persembunyian di selatan, khususnya di kota Jebain dan Ramyeh.